Jumat, 15 Maret 2013

Cerita dari Saudi....


Dua hari ini kawan, waktu serasa berjalan lama sekali. Dua kali matahari tenggelam berlalu sudah dari hidupku. Kalau dihitung-hitung sebenarnya tidak rugi-rugi amat. Memang sama sekali aku tak membaca hadits atau menghafal Qur’an. Padahal pernah juga kubacai hadits kira-kira begini bunyi-nya :
“...Seandainya Alloh hendak memberikan kebaikan pada diri seorang hamba maka akan dipahamkannya ia pada ilmu Dien...”
Itu tertera pada Shahih Bukhari bab ketiga “Kitabul Ilmu”.

Sesuatu yang kusebutkan dimuka sebagai hari yang tak rugi-rugi amt itu, karena aku mempelajari boiler. Yang kupelajari itu sungguh gedhe bener disini.  Pada akhirnya sedikit aku mengerti apa itu boiler. Mau kau kuberitahu tentang boiler ? Ah, barangkali kau malah lebih tahu dariku.

Terlalu naif juga aku ini bagaimana tidak, waktu itu berjalan sebagaimana mestinya. Tunduk dan patuh mengikuti perintah yang punya. Kok bisa kurasakan dia berjalan begitu lama. Sesungguhnya saya juga ingin menjadi orang yang sabar, kok ya... banyak mengeluh begitu. Sudah sepantasnya saya ucapkan...”Astaghfirulloh hal’adzim”.

Hal itu bermula pada sebuah ketidaknyamanan hati. Sempat kawanku bertanya sebab apa yang menjadikan ketidaknyamanan itu. Masalah iklim dan cuaca, di luar sana masih banyak yang lebih keras lagi.
Memang hati itu punya bahasa yang berbeda dengan bahasa pikiran. Kadang-kadang bahasa hati itu hanya bisa dirasakan, tetapi sukar dikatakan apalagi dituliskan. Akan tetapi saya ini kan seorang lelaki. Yang harus selalu memakai pikirannya yang ilmiah. Kalau ditanya sebab, ya harus bisa aku jelaskan secara detail. Menjelaskan bahasa hati itu adalah suatu kemampuan yang harus diasah. Karena itu aku sangat bersyukur sekali, aku menjadi orang yang suka bercerita. Terlebih bila para suami bercerita pada sang istri. Menceritakan bahasa hatinya. Misal saja banyak yang ingin berkata :
"Dinda... sesungguhnya aku suka melihatmu selalu rapi, pandai-pandailah kau mematut diri." Begitu saja tak semua orang bisa mengatakan, itulah bahasa hati.

Ah kok nyangkut...nyangkut ke istri lho, nanti aku jadi sentimentil. Sekali lagi aku bersyukur aku suka bercerita, semoga saja pada istriku bila Alloh mengijinkan kelak aku bisa banyak bercerita kepadanya. Tentang Abu Zar'ah dan Ummu Zar'ah... Tahu kau siapa itu Abu Zar'ah...? Ai...romantis benar.

Kesimpulannya tak patut kiranya bagi lelaki turut saja pada bahasa hati yang nisbi. Pikirannya harus ilmiah dalam segala aspek. Maka mari sedikit saya ceritai :

Jubail itu sama dengan belahan bumi lainnya. Yang juga hanya dihuni oleh para manusia. Cuacanya bila dibandingkan dengan negriku memang jauh lebih keras. Saat menulis ini saja tanganku di bagian punggung penuh dengan luka yang mengalirkan gurat-gurat darah, kehilangan cairan barangkali. Rasa-nya cukup perih. Bagi lelaki luka yang begini hanyalah masalah ringan, bisa kau bayangkan tangan putus tertebas pedang ? Itulah dunia lelaki yang sebenarnya. Tak perlu dibuat ngeri.

Ah sampai mana ceritaku tadi ...
Letak ketidaknyamanannya itu bukan di situ. Tak salah juga bila orang berkata begitu, Cuma itu hanya bagian kecil saja. Nah bagian besarnya mau kuberitahukan kepadamu.
Bilamana kau barada dalam daerah yang asing. Kemudian kau hanya seorang diri. Kau tak mengerti bahasa yang kau dengar. Padahal mereka bergerombol-gerombol  dengan sesamanya. Kau harus bekerja dengan mereka. Mereka yang bukan bekerja sama, tetapi sama-sama kerja. Kalau ada apa-apa mereka lari berdiskusi , bahu membahu dengan gerombolannya sendiri. Dan kau hanya seorang diri.  Perlu diingat kau hanya akan mengetahui rasanya bila kau benar-benar sendiri. Bila ada teman satu saja, kau tak akan mengerti rasanya. Sama sekali tak mengerti.
Seolah-olah bumi itu jadi terasa sempit sekali. Hingga sampai harus ter-katakan bahwa waktu itu berjalan dengan lambatnya. Kasus yang begitu hanya untuk mereka yang tak pandai bergaul.

Kebetulan juga aku ini seorang yang individual, seorang yang lebih suka mengurung diri dalam cangkang kapurnya. Seorang yang tak pandai bergaul, itu saja masalahnya.

Bila kau seorang yang pandai bergaul, seorang supel. Tak akan jadi masalah buatmu. Kata orang-orang arab....khalas (Selesai) ....! tak ada lagi masalah. Bila kau hendak kesini , tinggal kesini saja.

Sama mungkin satu lagi soal makanan, ini juga soal mental. Lagi-lagi mentalku tak sekuat yang dibutuhkan. Misal saja buah zaitun, di arab mungkin ia adalah buah yang digemari, buah istimewa, suguhan istimewa, masakan yang mak yus untuk disuguhkan. Tapi lidahku tetap belum bisa berkompromi, begitu digigit kok ya rasanya sepet-sepet tak jelas.
Termasuk nasinya, yang keras dan panjang-panjang itu.

Begitulah sodara, tidak bisa disamakan bila kau bisa betah sedang disini ada ketidaknyamanan. Hanya sedikit saja kondisi yang membedakan, tapi bagi si hati jauh benar rasanya.
Tapi bisa jadi juga itu hanya pada masa penyesuaian, bila sudah biasa ... nantinya juga akan nyaman dengan sendiri . Dibelahan bumi mana pun,  tentulah ada manusia yang baik dan manusia yang jahat.

Juga harus adil dalam segala pandanganmu. Jangan lantas kau tak mau kemari, banyak hal bisa ditemui. Seperti dikatakan Imam Syafi’i itulah, akan kau temukan teman yang baru, tatanan yang baru.
Saya sendiri meskipun merasakan ketidaknyaman, sedikit demi sedikit bisa menikmati. Inilah pengalaman sodara, yang kau tak bisa campur tangan dalam pengalamanku. Pengalamanku adalah untuk diriku sendiri, mau saya apakan saja terserah padaku.
Untuk yang terakhir kali-nya tak ada kata yang pantas aku ucapkan selain :
Alhamdulillahi aladzi bini’matihi tatimmu ash shalihaah.....


Jubail, Saudi Arabia
Jum’at , 15 Maret 2012
Si’Mon Dinomo