Jumat, 13 Desember 2013

Teh Tarik ....


Dingin benar hari-hari sekarang ini. Aku jadi sering membeli Teh tarik. Seperti yang sedang aku pegang ini. Dengan 1 SAR orang bisa membelinya di resto-resto kecil. Entah darimana aslinya Teh tarik ini berasal. Orang-orang arab, Pakistan, India, Mesir, Turki, Afghanistan semuanya menyukainya. Orang berlalu lalang dengan kupluk di kepala dan memakai jaket. Aku sendiri ini sudah memakai jaket. Tetap kurasakan juga dinginnya hari. Kusruput kembali Teh tarik di tanganku. Kehangatannya melewati tenggorokanku menjalar ke badan-badanku. Sejenak rasa dingin itu hilang, Alhamdulillah.

Aku jadi ingat sesuatu. Waktu itu adalah hari-hari awal dimana aku boleh memandanginya. Dan ternyata wajahnya itu memang menyenangkan hatiku. Dia menjadi permata hatiku, anugerah dari Tuhan Yang Maha Rahman. Bila aku bercerita tentangnya akan membuat iri yang mendengar.
Pagi itu dia membuatku untuk-ku segelas Teh hangat. Mana manis pula.
Teh tarik memang sangat enak sekali, tapi aku lebih merindukan Teh buatannya.
Entah kenapa saat kusruput Teh tarik ini, aku teringat akan Teh buatannya. Teh yang terasa jauh lebih istimewa di hatiku.

Sebagai seorang pribadi aku ini mungkin seorang yang kurang berbudi, apalagi dalam statusku sebagai suami. Buktinya aku seringkali marah kepadanya.
Duh.... maafkanlah aku.
Aku bukan seorang Zola yang bisa mengaduk-aduk emosi pembaca melalui pendekatan psikologis. Bukan juga seorang Ahmad Thohari yang pandai menceritakan gejala-gejala yang ada dalam masyarakat.
Tapi sekarang aku punya dia. Dia yang bisa aku ceritakan dalam tulisanku. Aku tak harus lagi mencari tokoh imaginer untuk aku tuliskan. Alloh jadikan dia untuk-ku, dia yang bisa kurasakan dengan seluruh inderaku. Dia nyata bagiku.

“Alhamdulillahi aladzi bini'matihi tatimmu ash shalihaah”

Untuk menggambarkan seseorang yang begitu berarti terkadang para pengarang itu terlalu pandai mengandai-andaikan. Mereka menulis tentang Yosino Dayu. Yang tak kujumpai seperti apa dia itu, bahkan Google saja tidak tahu.
Yang lain lagi menulis tentang ….mmm.... siapa itu... sik...sik...aku lupa …

Yang dijaman Pajajaran itu …. Shabarini. Ah … iya itu dia kalau aku tak salah ingat. Shabarini. Bagaimana dia yang diceritakan itu pun aku tak tahu.
Sama halnya dengan Idayu, Sumiyati atau Anneleis yang paling populer yang sampai disebut-sebut 'bunga akhir abad'.
Aku sudah punya bunga akhir abad-ku sendiri, untuk aku sebut-sebut, untuk aku tuliskan. Dia yang sangat menyenangkan hatiku. Meski hanya sekedar mengingat-ingatnya saja sudah membuatmu merasa senang.

Ngomong-ngomong sedang apa dia sekarang, saat aku menulis ini. Apa dia ngambeg denganku ?
Senang tidak dia bila aku menulis tentangnya begini. Men...biar saja, kalau ndak suka nanti biar ngambeg lagi.... hi... 3x.
Ketika dia ngambeg pun tak mengurangi segala keindahannya. Kuharap aku pun tetap mencintainya dan terus mencintainya.
Yang antara aku dengannya Alloh jadikan sebagai penyenang hati yang tiada putus.
Yang saling kuat menguatkan, semangat menyemangati, dalam suatu perkara yang telah kami sepakati. InsyaAlloh.

Ah … sampai aku lupa. Aku sedang diterpa dingin sekarang ini. Dan dia ada jauh di sana. Mengingatnya membuatku lupa pada rasa dingin yang kurasakan.
Eh... Teh tarik-ku pun sudah kehilangan panasnya. Tapi aku tetap gembira, melalui Teh tarik ini membawaku untuk membayangkan dia. Anugerah Alloh yang tak terkira. Itulah dia.


Sabtu, 14 Desember 2013
Jubail, Saudi Arabia
Abu Ibrahim