Selasa, 18 Juni 2024

Bah.... Samber Gledek ! Pisuh saya.

Memutuskan sesuatu adalah kewenangan dari seorang pemimpin. Bilamana keputusan itu keliru. Untuk kemudian semuanya menjadi hancur berkeping-keping. Kesemuanya itu menjadi tanggungan daripada pemimpin tersebut. Beban yang ditanggung boleh jadi sebesar gunung. 
Itulah citra diri seorang pemimpin. Harga diri seorang lelaki. 

Ketika tertimpa oleh beban yang sebesar gunung itu, yang artinya keputusan yang diambil ternyata adalah keliru. Kala itu orang-orang bak pahlawan akan berkata : 
"Lihat itu, kan sudah aku bilang. Harus kemarin begini dan begini...."
"Sekarang rasakan sendiri .... dikasih tahu tidak mau mendengar...!"
Yang demikian itu sudah umum terjadi. Juga wajar dan harus dimaklumi adanya. 
Kemudian bilamana saran daripada orang-orang tersebut diambil, dan ternyata itulah saran yang keliru. Tetap saja yang akan menanggung beban sebesar gunung adalah si pengambil keputusan. 
Sedang mereka yang punya beribu saran tadi akan diam dan pergi. 
Kau tahu kawan ? Persis seperti jangkrik ketika mendengar langkah orang mendekat. 

Si pengambil keputusan akan tetap seorang diri, dengan bebannya yang sebesar gunung. 

****
Bilamana ada manusia yang berdiri di sampingmu ketika beban sebesar gunung itu sedang engkau tanggung dalam kapasitasmu sebagai pengambil keputusan. Itu adalah anugerah yang luar biasa dari Rabbul Izzati. 
Kalau pun tidak ada demikian itu juga hal yang normal normal saja. 
Hal mana yang harus diketahui adalah Dialah Rabbul Izzati, Tuhan Pencipta Langit dan Bumi. 
Betapa beruntungnya aku ini, aku punya Rabbul Izzati tempatku mengadu, tempatku memohon pertolongan, tempatku memohon perlindungan. 
Dan Dia selalu ada. Tatkala manusia meninggalkanku, Dia tidak pernah meninggalkanku. 
Dialah Al Waduud dan Dia selalu menetapi janjiNya. 

Sampai mana tadi ceritaku ? 
Ooooh mari sini aku lanjutkan. 
Apabila orang-orang berbondong - bondong datang dengan berbagai saran dan nasehatnya dalam hal pengambilan keputusan. Semoga Alloh yang membalas dengan balasan yang lebih baik lagi. 
Dan sebatas itulah kewenangan mereka. 
Sedang untuk mengambil keputusan adalah hak mutlak seorang pribadi yang tidak bisa diganggu gugat oleh pribadi yang lain. 
Saran dan nasehat itu sangat diperlukan sebagai bahan analisis dan pertimbangan. 
Setelah itu putuskan dengan segenap ketegasan dan kepasrahan pada Rabbul Izzati. 
Peluangnya adalah 50 : 50. 
Keputusan itu bisa benar, bisa juga keliru. Kenapa harus terlalu dipusingkan kadang kala memang berpotensi keliru. Jikalau keliru diperbaiki. 
Mengambil keputusan adalah citra diri seorang lelaki. Adalah harga diri seorang lelaki. 

***
Sejelek jeleknya diriku, serendah rendahnya diriku. Biar bagaimana juga aku adalah seorang pemimpin. Dikala aku sudah berusaha mengusahakan semampuku, dikala aku sudah menjanjikan suatu hal. 
Masih juga kau pertanyakan dan kau ragukan ? 
Sungguh demikian itu sangat melukai citra diriku sebagai seorang lelaki. 

Beberapa kali aku dapati, kira-kira dalam bahasa seperti dibawah ini : 
"Kamu itu selalu menyakiti hatiku, saya tidak bisa terima. .... !"
Mengapa tidak sama sama dijaga ? 
Memangnya aku tidak bisa sakit hati juga ? Memangnya hanya mereka yang diluaran sana yang bisa sakit hatinya ? Kenapa tidak sama-sama. 

Yang mau pergi, biarlah pergi. 
Lagipula ujian perikehidupanku cukuplah berat, lebih baik orang menjauh daripada turut menanggung beban yang berat itu. 
Dan kehidupan harus terus berjalan. 
Dan Rabuul Izzati memerintahkanku untuk meminta maaf dan memberi maaf. 
Dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi kedepan. 
Dengan memohon ampun kepada Rabbul Izzati, dan juga memohon petunjuk dan pertolonganNya akan aku jalani dan aku hadapi semuanya. 

Tidak ada lagi yang tersisa kecuali rasa terima kasihku kepada Tuhan Pemilik Langit dan Bumi atas segala nikmat dan karuniaNya hingga kini. 

Bilamana misuh-misuh itu tidak boleh dan tidak baik. Dengan memohon ampun, kuakhiri tulisan ini dengan sebuah pisuhan saya : 
"Baaaah..... Samber Gledek !!!!"


Rabu, 19 Juni 2024
Prambanan, Klaten
Simon Dinomo









Jumat, 14 Juni 2024

Hatiku terbakar seorang diri

Sodara hatiku terbakar seorang diri. 
Tapi apa pentingnya buatmu ? Betul kan sodara ? 
Dua hari kemarin hujan deras mengguyur kampung halamanku. Dan aku biarkan saja  hatiku itu terbakar. Moga-moga bara di dalam hatiku itu segera mampus tersiram oleh air hujan, air rahmat dari Tuhan pemilik langit dan bumi. 

Burung kuntul berdiri bergerombol di sawah sebelah selatan rel kereta api. Sudah lama sekali aku tidak melihat burung kuntul. Dahulu kala di kawasan banten bagian utara, kutenteng senapan angin sharp tigerku bersama kawanku. Kawan yang aku percaya hingga kini. Meski entah dimana dia sekarang. 

"Mas tembakanku kena....tapi burung kuntul itu tidak mati, bahkan diam saja"
"Incarlah kepalanya.... senapan ini dengan jarak yang kita ambil, akan sia-sia bila tidak kena kepalanya"

Dimana engkau sekarang mas ? Semoga Alloh ta'ala memberikan berkah dalam segala lini perikehidapanmu. 

Pagi-pagi burung dekukur berkicau di depan rumah. Tempat tinggal ibu dan bapak-ku. Kadang-kadang di pohon mangga, juga di atap rumah. Tak jarang pula burung dekukur itu berjalan santai di halaman rumah. 
Semasa aku kecil dulu, pemandangan yang begini begitu sulit aku ditemui. 
Begitulah kehidupan, selalu dinamis terus bergerak mengikuti perintah Tuhan Yang Maha Kuasa. 

Sodara, ... tentu saja kondisiku yang sekarang ini menjadi topik perbincangan dimana - mana. 
Yang menyesak-kan hatiku sampai kini, ketika ayah dan ibuku dicampakan, diinjak-injak dan direndahkan.. hatiku terbakar, sodara. Aku tidak bisa terima. Apabila hanya diriku mungkin juga terbakar, tapi kukira tidak sampai begini. 
Tuhan Pencipta Langit dan Bumi memberikan perintah untuk saling memaafkan. Untuk terus menjalin persaudaraan. Tapi hatiku terbakar. Biasanya sodara, logika dan pikiranku berusaha aku lawan untuk ikut pada apa yang aku yakini. Kali ini lain sodara, hati, pikiran dan logika semua membenarkan tentang hatiku yang terbakar dan luka. 
Aku hanya bisa mengangkat tanganku, memohon ampun, serta memohon petunjuk kepada Tuhan pemilik langit dan bumi. Soal akhirnya seperti apa, aku tidak tahu.

Dunia terus berputar, sekarang aku yang menanggung hal yang begini rupa. Siapa tahu besok itu cerita berbalik. Mereka yang tertawa tawa ternyata Alloh pergilirkan dengan ujian kehidupannya sendiri. 
Pabila orang mau berbicara di belakang, bertepuk tepuk tangan di belakang. Hingga menambah sakit ibu dan bapak-ku. Kupersilahkan dengan tangan terbuka. 

Dan aku hanya ingin mengucapkan terima kasihku kepada Tuhan Pemilik Langit dan Bumi. Atas segala nikmat dan karuniaNya yang terlimpahkan kepadaku. 
Matur nuwun Yaaa Rabbiii..... Matur Nuwun Yaa Saafii.... Matur Nuwun Yaa Waduud. Matur Nuwun...


Jum'at, 14 Juni 2024
Prambanan, Klaten
Simon Dinomo