Jumat, 14 Juni 2024

Hatiku terbakar seorang diri

Sodara hatiku terbakar seorang diri. 
Tapi apa pentingnya buatmu ? Betul kan sodara ? 
Dua hari kemarin hujan deras mengguyur kampung halamanku. Dan aku biarkan saja  hatiku itu terbakar. Moga-moga bara di dalam hatiku itu segera mampus tersiram oleh air hujan, air rahmat dari Tuhan pemilik langit dan bumi. 

Burung kuntul berdiri bergerombol di sawah sebelah selatan rel kereta api. Sudah lama sekali aku tidak melihat burung kuntul. Dahulu kala di kawasan banten bagian utara, kutenteng senapan angin sharp tigerku bersama kawanku. Kawan yang aku percaya hingga kini. Meski entah dimana dia sekarang. 

"Mas tembakanku kena....tapi burung kuntul itu tidak mati, bahkan diam saja"
"Incarlah kepalanya.... senapan ini dengan jarak yang kita ambil, akan sia-sia bila tidak kena kepalanya"

Dimana engkau sekarang mas ? Semoga Alloh ta'ala memberikan berkah dalam segala lini perikehidapanmu. 

Pagi-pagi burung dekukur berkicau di depan rumah. Tempat tinggal ibu dan bapak-ku. Kadang-kadang di pohon mangga, juga di atap rumah. Tak jarang pula burung dekukur itu berjalan santai di halaman rumah. 
Semasa aku kecil dulu, pemandangan yang begini begitu sulit aku ditemui. 
Begitulah kehidupan, selalu dinamis terus bergerak mengikuti perintah Tuhan Yang Maha Kuasa. 

Sodara, ... tentu saja kondisiku yang sekarang ini menjadi topik perbincangan dimana - mana. 
Yang menyesak-kan hatiku sampai kini, ketika ayah dan ibuku dicampakan, diinjak-injak dan direndahkan.. hatiku terbakar, sodara. Aku tidak bisa terima. Apabila hanya diriku mungkin juga terbakar, tapi kukira tidak sampai begini. 
Tuhan Pencipta Langit dan Bumi memberikan perintah untuk saling memaafkan. Untuk terus menjalin persaudaraan. Tapi hatiku terbakar. Biasanya sodara, logika dan pikiranku berusaha aku lawan untuk ikut pada apa yang aku yakini. Kali ini lain sodara, hati, pikiran dan logika semua membenarkan tentang hatiku yang terbakar dan luka. 
Aku hanya bisa mengangkat tanganku, memohon ampun, serta memohon petunjuk kepada Tuhan pemilik langit dan bumi. Soal akhirnya seperti apa, aku tidak tahu.

Dunia terus berputar, sekarang aku yang menanggung hal yang begini rupa. Siapa tahu besok itu cerita berbalik. Mereka yang tertawa tawa ternyata Alloh pergilirkan dengan ujian kehidupannya sendiri. 
Pabila orang mau berbicara di belakang, bertepuk tepuk tangan di belakang. Hingga menambah sakit ibu dan bapak-ku. Kupersilahkan dengan tangan terbuka. 

Dan aku hanya ingin mengucapkan terima kasihku kepada Tuhan Pemilik Langit dan Bumi. Atas segala nikmat dan karuniaNya yang terlimpahkan kepadaku. 
Matur nuwun Yaaa Rabbiii..... Matur Nuwun Yaa Saafii.... Matur Nuwun Yaa Waduud. Matur Nuwun...


Jum'at, 14 Juni 2024
Prambanan, Klaten
Simon Dinomo






Tidak ada komentar:

Posting Komentar