Jumat, 13 Desember 2013

Teh Tarik ....


Dingin benar hari-hari sekarang ini. Aku jadi sering membeli Teh tarik. Seperti yang sedang aku pegang ini. Dengan 1 SAR orang bisa membelinya di resto-resto kecil. Entah darimana aslinya Teh tarik ini berasal. Orang-orang arab, Pakistan, India, Mesir, Turki, Afghanistan semuanya menyukainya. Orang berlalu lalang dengan kupluk di kepala dan memakai jaket. Aku sendiri ini sudah memakai jaket. Tetap kurasakan juga dinginnya hari. Kusruput kembali Teh tarik di tanganku. Kehangatannya melewati tenggorokanku menjalar ke badan-badanku. Sejenak rasa dingin itu hilang, Alhamdulillah.

Aku jadi ingat sesuatu. Waktu itu adalah hari-hari awal dimana aku boleh memandanginya. Dan ternyata wajahnya itu memang menyenangkan hatiku. Dia menjadi permata hatiku, anugerah dari Tuhan Yang Maha Rahman. Bila aku bercerita tentangnya akan membuat iri yang mendengar.
Pagi itu dia membuatku untuk-ku segelas Teh hangat. Mana manis pula.
Teh tarik memang sangat enak sekali, tapi aku lebih merindukan Teh buatannya.
Entah kenapa saat kusruput Teh tarik ini, aku teringat akan Teh buatannya. Teh yang terasa jauh lebih istimewa di hatiku.

Sebagai seorang pribadi aku ini mungkin seorang yang kurang berbudi, apalagi dalam statusku sebagai suami. Buktinya aku seringkali marah kepadanya.
Duh.... maafkanlah aku.
Aku bukan seorang Zola yang bisa mengaduk-aduk emosi pembaca melalui pendekatan psikologis. Bukan juga seorang Ahmad Thohari yang pandai menceritakan gejala-gejala yang ada dalam masyarakat.
Tapi sekarang aku punya dia. Dia yang bisa aku ceritakan dalam tulisanku. Aku tak harus lagi mencari tokoh imaginer untuk aku tuliskan. Alloh jadikan dia untuk-ku, dia yang bisa kurasakan dengan seluruh inderaku. Dia nyata bagiku.

“Alhamdulillahi aladzi bini'matihi tatimmu ash shalihaah”

Untuk menggambarkan seseorang yang begitu berarti terkadang para pengarang itu terlalu pandai mengandai-andaikan. Mereka menulis tentang Yosino Dayu. Yang tak kujumpai seperti apa dia itu, bahkan Google saja tidak tahu.
Yang lain lagi menulis tentang ….mmm.... siapa itu... sik...sik...aku lupa …

Yang dijaman Pajajaran itu …. Shabarini. Ah … iya itu dia kalau aku tak salah ingat. Shabarini. Bagaimana dia yang diceritakan itu pun aku tak tahu.
Sama halnya dengan Idayu, Sumiyati atau Anneleis yang paling populer yang sampai disebut-sebut 'bunga akhir abad'.
Aku sudah punya bunga akhir abad-ku sendiri, untuk aku sebut-sebut, untuk aku tuliskan. Dia yang sangat menyenangkan hatiku. Meski hanya sekedar mengingat-ingatnya saja sudah membuatmu merasa senang.

Ngomong-ngomong sedang apa dia sekarang, saat aku menulis ini. Apa dia ngambeg denganku ?
Senang tidak dia bila aku menulis tentangnya begini. Men...biar saja, kalau ndak suka nanti biar ngambeg lagi.... hi... 3x.
Ketika dia ngambeg pun tak mengurangi segala keindahannya. Kuharap aku pun tetap mencintainya dan terus mencintainya.
Yang antara aku dengannya Alloh jadikan sebagai penyenang hati yang tiada putus.
Yang saling kuat menguatkan, semangat menyemangati, dalam suatu perkara yang telah kami sepakati. InsyaAlloh.

Ah … sampai aku lupa. Aku sedang diterpa dingin sekarang ini. Dan dia ada jauh di sana. Mengingatnya membuatku lupa pada rasa dingin yang kurasakan.
Eh... Teh tarik-ku pun sudah kehilangan panasnya. Tapi aku tetap gembira, melalui Teh tarik ini membawaku untuk membayangkan dia. Anugerah Alloh yang tak terkira. Itulah dia.


Sabtu, 14 Desember 2013
Jubail, Saudi Arabia
Abu Ibrahim

Minggu, 24 November 2013

Mbah buyut-ku ...


Sekarang ubuntu di komputerku ini sudah mencapai versi 13.10. Enam bulan kedepan akan mencapai versinya yang baru 14.04. Suatu ketika hardware komputerku ini tak akan mampu lagi untuk dipasangi ubuntu yang terus menerus baru, menuntut spesifikasi yang lebih tinggi.
System baru dimunculkan, spesifikasi baru dibutuhkan, hardware lama ditinggalkan. Sama sekali tidak diproduksi lagi.
Kalau dipikir-pikir buat apa harus begitu ? Ini soal pasar, mereka yang berkecimpung dalam dunia ini tak akan kehabisan pasar.
Biar saja begitu, aku hanya ingin menempati lahan terpencil di belahan bumi ini. Mengurus lahan bersama bapak-ku.
** ** **
Dengan komputer yang aku sebutkan itu aku menuliskan ini.
Seorang anak kecil berjalan dengan jalannya yang belum kokoh. Umurnya kira-kira 2,5 tahun. Kalau ngomong “R” saja masih terdengar “L”.
“Mak... mak... mbah uyut nendi ? “
Begitu katanya pada ibuku.
Dia itu tak lain adalah keponakanku sendiri. Anaknya dari anaknya budhe-ku dari pihak ibu.

Kuberi tahu kau, ada sesuatu yang mengusik pikirku. Yaitu soal mbah buyut itu. Karena aku sendiri tak pernah bertemu mbah buyut saya. Seperti apa orangnya saya tak tahu. Saya hanya tahu dari ceritera. Tentu saja ibu-ku yang banyak bercerita. Bila kuingat-ingat hanya sedikit saja cerita yang aku dapatkan soal mbah buyutku.
Mbah buyut saya pandai mijet, banyak orang datang pada mbah buyut saya itu.
Ya begitulah aku tak banyak tahu soal mbah buyutku sendiri. Sedang keponakan itu masih diberi kesempatan bertemu dengan mbah buyutnya meski hanya sebentar. Mungkin bila sudah besar nanti dia juga tak ingat lagi pada mbah buyutnya yang ia temui di umurnya yang baru 2,5 tahun itu.
Maka tentu saja dia juga hanya akan mendenger tentang mata rantai nasabnya terdahulu dari ceritera. Atau malah aku yang akan menceritakan kepadanya, soal mbah buyutnya, yang tak lain adalah nenek-ku sendiri.

Begitulah perikehidupan.
Nah nikmat menjumpai mbah buyut kukira hanya untuk orang-orang terdahulu. Lagi-lagi ini menurut cerita, dan dari beberapa sumber yang aku baca misalnya. Perawan terdahulu oleh orang tuanya, kebanyakan dinikahkan secara dini. Tak lebih dari 20 tahun mereka sudah bersuami. Atau malah kurang dari itu. Sekarang seiring dengan suatu hal yang orang namai sebagai peradaban. Seolah – olah menjadi suatu aib bila seorang gadis menikah di umur itu.
Ini sudah menjadi permasalahan sosial yang berurat akar. Aku tak mau membahas itu, aku hanya hendak menganalisis soal mbah buyut.
Seperti yang aku bacai soal Anneleis, kira-kira sewaktu menikah umurnya baru 16 tahun, sedang ibunya baru sekitar 30 tahun. Cerita ini sekitar tahun 1910.
Atau bila engkau bacai tentang Kartini, ini masih di era yang sama.

Mbah buyut … ya... ya...ya... mata rantai nasab yang orang harus juga kenal.

“Ya Alloh dengan pengetahuanMu tentang yang ghaib dan kekuasaanMu atas segala makhluk, hidupkan aku jika Engkau mengetahui bahwa hidup itu lebih baik bagiku, dan wafatkan aku jika mati itu lebih baik bagiku”.


Senin, 21 Oktober 2013
Jubail, Saudi Arabia
Abu Ibrahim

Senin, 09 September 2013

Sayur pengen kawin ....


Buku ‘Peace and War’ Tolstoy tergeletak di atas tempat tidur. Kemudian lembaran-lembaran durusulughoh berserakan pula di sampingnya, suasana itu jadi kian acak-acakan.
Di lain tempat ‘Autobiografi’ Gandhi sama tergeletaknya, tepat di ruang tamu, di depan papan tulis.
Setiap kali sepulang kerja saya tanyakan kepadanya bila saya di rumah.
‘Bagaimana harimu sodara ? ‘
Sodaraku itu jadi sering banyak curhat kepadaku. Entah bagaimana penilai-annya kepadaku.
Hanya ada beberapa hal yang masih aku ingat, waktu itu aku datang di Bandara lebih awal. Aku seorang diri, selang beberapa waktu dia datang pula di Bandara beserta seluruh keluarga besarnya.
Aku disodori banyak makanan, makanan ala Bandung kawan.
Menjelang keberangkatan pihak keluarganya memberikan pesan kepadaku, mungkin karena mereka lihat aku lebih tua darinya.
‘Tolong jaga Ridwan ya … Mas !’
Sebenarnya aku tak suka berjanji, berjanji itu berat sekali. Tapi waktu itu aku juga menyadari tak ada jawaban yang lebih baik selain apa yang aku katakan :
‘Iya… InsyaAlloh…!’

Waktu pun bergulir, perputaran roda sang kala membawa suatu perubahan.
‘Mas… aku ingin pulang’.
Sering dia berkata kepadaku akhir-akhir ini. Yang juga sebenarnya aku pun begitu. Tak bisa disamakan antara satu orang dengan yang lainnya.
‘Sodara inilah yang dinamai pengalaman, tak ada yang akan merebut pengalaman dari diri seseorang. Paling-paling mereka hanya bisa mendriskeditkan. Tak selamanya pengalaman itu harus yang indah-indah dan enak-enak, justeru yang berat dan memilukan hati malah yang lebih bernilai.’

** ** **

Sebentar lagi Si Mister hendak pergi ke Abu Dhabi, meninggalkan Saudi. Ya … demikianlah, aku nanti akan sendiri di PDH site. Banyak yang sudah kulalui bersamanya. Tentang bagaimana cara masak ikan, yang mana soal ilmu perikanan beliau jauh di atas saya. Alam tempat tinggalnya memang alam bahari, di pinggiran laut bojonegara. Segala macam jenis Ikan pernah dirasakannya.
Kedekatannya dengan anaknya dan juga isterinya, menyadarkan saya akan kelebihan lain yang ia miliki. Dia pandai bercanda, pandai bergaul, suatu sifat sanguistik yang sangat berseberangan dengan sifatku.
Tapi aku juga akan belajar semampuku, juga aku tak harus menjadi orang lain.

Aku memasak hari ini …. !
Mungkin ini salah satu manfaat dari sekian banyak manfaat di dalam setiap pengalaman-pengalamanku. Ada banyak makanan di sini, yang lidahku masih juga belum bisa menerima kesemuanya. Meski saya menginginkan bisa menyukai semuanya. Tapi belum bisa, hal itu perlu waktu.
Seiring berjalannya waktu mungkin lama-lama aku akan suka juga, bila aku tidak apriori.
Kawan sekarang aku bisa memasak, soal rasa itu nomor lima.
Memasak itu membutuhkan banyak waktu. Aku ingin lebih banyak dalam membaca, lima tahun saya di Cilegon. Hampir saya tak pernah memasak, seperti memasak-ku di sini. Aku ingin waktu lebih banyak untuk membaca. Tapi hari ini saya memasak, buku-buku itu aku tinggalkan saja tergelatak.
‘Masak apa mas … ? ‘
Si Mister datang menghampiri-ku.

‘Mmmm … ini masakan pengen kawin…!’
Entah kenapa komennya si mister tak variatif, monoton begitu saja tentang masakanku.
‘’Elho masih asin tho ser ? ‘’
‘Ya…. Biasa kok, wong namanya sudah pengen kawin…’

Duh … nenek moyang coba kau terangkan kepadaku. Apa hubungannya garam dengan pengen kawin ? Coba ...engkau dahulu tidak bersekolah, kami sekolah. Tapi tetap saja pendapatmu masih tetap tegar tanpa suatu sangkalan. Bahkan setelah ilmu pengetahuan eropa sampai kepada kami, pendapatmu masih tetap juga terjaga.
Nenek moyang … kau mewariskan sesuatu. Maafkan aku bila dalam beberapa hal, aku tak ikut pada pendapat-pendapatmu. Bukankah aku telah lebih tahu darimu dalam beberapa hal, aku akan memperbaiki apa yang salah darimu ? Biar ringan tanggung jawabmu.

Kami makan bersama - sama dengan gembira. Menu kami sangat istimewa, sayuran pengen kawin. Dan kami makan dengan lahap.
Alhamdulillahi 'ala kulli hall. Aku sekarang bisa memasak, bayam lho ini,  dicampur tomat, dicampur bunga koll, diberi cacahan cabai. Bukan indomie, ini prestasi sodara.... ^_^

‘’Mmmm …. Ya…ya…ya….  Itu nama yang bagus ser. Masakan pengen kawin….’’
Dan kami tertawa, sesuatu yang memang menjadi keahlian Si Mister.


Senin, 09 September 2013
Jubail, Saudi Arabia
Si’Mon Dinomo
 

Selasa, 04 Juni 2013

Aku bahagia....

Kutulis ini dalam kondisi hati yang bahagia.
Alhamdulillahi aladzi bini'matihi tatimmu ash shalihaah...tsumma alhamdulillah...tsumma alhamdulillah.

Seumuranku begini getaran-getaran berkecamuk saja bila sudah membicarakan soal lawan jenisnya. Aku jadi sering memandangi gambar. Rasa senang melingkupi hatiku bila aku memandangnya. Aku sangat berterima kasih sekali. Cinta kasih yang diberikan kepadaku seakan tanpa batas. Padahal aku sering mengacuhkan bahkan kadang-kadang lupa sepenuhnya. Begitu pun masih saja di balas dengan cinta. Rasanya aku ingin melupakan segala-galanya. Apa saja ingin aku berikan, ingin aku tukar dengan keridhoan dari Dia yang memberiku rasa bahagia. Sebagai wujud terima kasihku.

Aku tidak tahu bagaimana nanti jadinya, aku diizinkan merasakan bahagia begini saja aku berterima kasih betul. Apalagi... ya apalagi …
Ah kawan.... aku bahagia.
Alhamdulillah 'ala kulli hall.

**
Di suatu sore seperti sudah dijadwalkan dalam schedule kerja. Aku bertemu dengan “mister”. Memang tiap hari kami ketemu sih wong satu rumah. Tapi yang ini agak lain. Kami bertemu di pabrik untuk saling lapor melaporkan pekerjaan. Saya mau pulang dan mister baru datang.
Seperti biasanya mister berjalan dengan gayanya yang khas, masih mencangklong tas hitam , terus menghampiri semua personel group saya. Setelah disalami semua mojok saja di meja komputer sebelah selatan ruangan. Sambil duduk di atas meja si mister mendengarkan cerita saya dengan khidmat. Kemudian pas saya mau pulang :

“Ee... mas...mas... tadi saya sudah memasak-kan nasi. Jangan lupa dimakan ya...!”
Wah betul lho... rasanya itu mak nyess. Baik betul teman-teman saya itu terhadapku. Dasarnya memang sangat lapar je... terus begitu mendengar nasi sudah siap … saya membayangkan memberi sphared. Yaitu irisan daging yang dibakar.
Mak nyus sekali rasanya. Mat nikmat betul... Alhamdulillah 'ala kulli hall.

**
“Wah... mas tiga bulan saya disini saya sudah tambah kurus sekarang mas...”
Si mister dengan tiba-tiba mengomentari badannya sendiri. Sambil mengelus-elus perutnya yang sekarang semakin langsing itu.
Bagaimana ya... sebenarnya sih soal kelangsingan si mister itu tidak penting-penting amat untuk dianggap serius. Ning roman mukanya itu, kok sepertinya menyimpan udang di balik pikiran.
'Ha rak bagus tho mister … jadi tambah handsem alias nggantheng begitu...
Ning kok muka-nya itu lho kok kayak hati tersayat sembilu saja lho...'
“Eh kamu itu tidak tahu kok mas... bagaimana saya itu tidak kurus. Saya itu menahan rindu sama anak dan istri saya. Rasanya saya itu pengen segera pulang. Rasanya saya pengen pindah kerja saja di Abu Dhabi, biar bisa pulang sebulan sekali. Rindu mas... menyayat hatiku”

Mag deg... seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorakan saya mendengar keluhan mister begitu. Saya terbawa oleh rasa sentimentil saya sendiri. Memang rindu itu …. mmm …. mmm....
Aku juga dilimpahi rasa rindu, tapi rindu-ku itu sangat menentramkan hatiku. Aku bahagia lagi. Aku berterima kasih pada yang memberiku rasa rindu ini.
Semakin rindu aku pada Dia yang memberiku rasa rindu, rindu yang membahagiakan hatiku.
Alhamdulillahi 'ala kulli hall.
**
Masakan telur dadar buatan mister sungguh sangat istimewa. Saya pernah melihat bagaimana beliau membuatnya. Tetap saja hasil masakan saya masih kalah dengan buatan mister. Untuk masalah telur dadar mister-lah yang paling ladzid menurut ukuran lidah saya, bahkan melebihi sang master chief di keluarga baru kami.
Saya sering dibuatkan masakan oleh para bapak dan sodara saya. Pernah sedikit saya bercerita tentang mereka pada “Kawanku satu group, satu apartement”.
Saya ini yang paling buruk dalam masak memasak. Para bapak, sodara saya … kok makin hari makin mahir saja, dan saya kecipratan menikmati kemahiran masak memasak itu.
Alhamdulillahi 'ala kulli hall.

**
Hampir 9 tahun lamanya kendaraan itu menyertai saya. Terhitung sejak tahun 2003 yang lalu. Dalam menemani saya jarang sekali kok sampai rewel. Dia mengantarkan saya kemana saya pergi.
Suaranya masih terngiang-ngiang saja, ngangeni betul.
Pabila diselah atau di stater begitu :
“Greng.... ewer...ewer...ewer...ewer....”
Saya bahagia dikarunia kendaraan ini. Aku namai dia “Kyai Legowo Prasojo”. Namanya indah betul untuk saya dengar mengingatkan saya untuk ridho. Ridho punya kendaraan yang sebagai ini, ridho pada apa saja yang saya terima. Pernah bapak-bapak di GSI dahulu sampai tertawa mendengar nama yang saya berikan pada kendaraan saya itu.
“Wah kalau begitu … Kyai Pasrah dong....!”
Sambil cekikikan beliau meledek saya dan kendaraan saya.

Sekarang Kyai Legowo Prasojo itu sudah dijual oleh yang punya. Kemarin itu saya cuma diberi hak memakai saja. Mudah-mudahan nanti saya dikarunia kendaraan yang juga menentramkan hati saya. Yang membahagiakan hati saya. Saya tak peduli dengan punya orang, ini punya saya … dan saya bahagia. Begitu saja... ning tetep namanya akan saya sematkan seperti dahulu. Itu juga ada latar belakangnya. Misal mau saya namai Kyai Ridho begitu kok kurang nyaman di dengar.
Yang lainnya lagi, nuansa jawa-nya biar ndak ilang. Mamak saya biar tidak banyak mengomentari saya :
“Lhe jangan lupa lho... kamu itu orang jawa lho lhe... coba lihat dirimu itu sekarang basa jawa saja sudah belepotan begitu … “
Memang saya akui juga, soal bahasa jawa yang bertingkat-tingkat itu saya sudah kikuk benar sekarang ini. Sebenarnya juga … apa yang bisa saya peroleh dari bahasa jawa, tak ada literasi yang ditulis dengan bahasa jawa. Kalau pun ada sangat terbatas sekali. Tetapi tak dapat juga saya pungkiri untuk menelaah lebih dalam, untuk mengerti masyarakatnya harusnya saya tetap harus tahu dan mengerti bahasa jawa. Untuk dapat menyampaikan, untuk dapat mengerti, untuk dapat merumuskan masalah.
Maka nama Kyai Legowo Prasojo itu mempunyai nilai ganda. Itu hanya soal nama, apalah artinya sebuah nama.
Aku bahagia … Alhamdulillah 'ala kulli hall.


Rabu, 05 Juni 2013
Jubail, Saudi Arabia
Sihmanto bin Tukiman bin Pairo Dinomo

(Si'Mon Dinomo)

Jumat, 15 Maret 2013

Cerita dari Saudi....


Dua hari ini kawan, waktu serasa berjalan lama sekali. Dua kali matahari tenggelam berlalu sudah dari hidupku. Kalau dihitung-hitung sebenarnya tidak rugi-rugi amat. Memang sama sekali aku tak membaca hadits atau menghafal Qur’an. Padahal pernah juga kubacai hadits kira-kira begini bunyi-nya :
“...Seandainya Alloh hendak memberikan kebaikan pada diri seorang hamba maka akan dipahamkannya ia pada ilmu Dien...”
Itu tertera pada Shahih Bukhari bab ketiga “Kitabul Ilmu”.

Sesuatu yang kusebutkan dimuka sebagai hari yang tak rugi-rugi amt itu, karena aku mempelajari boiler. Yang kupelajari itu sungguh gedhe bener disini.  Pada akhirnya sedikit aku mengerti apa itu boiler. Mau kau kuberitahu tentang boiler ? Ah, barangkali kau malah lebih tahu dariku.

Terlalu naif juga aku ini bagaimana tidak, waktu itu berjalan sebagaimana mestinya. Tunduk dan patuh mengikuti perintah yang punya. Kok bisa kurasakan dia berjalan begitu lama. Sesungguhnya saya juga ingin menjadi orang yang sabar, kok ya... banyak mengeluh begitu. Sudah sepantasnya saya ucapkan...”Astaghfirulloh hal’adzim”.

Hal itu bermula pada sebuah ketidaknyamanan hati. Sempat kawanku bertanya sebab apa yang menjadikan ketidaknyamanan itu. Masalah iklim dan cuaca, di luar sana masih banyak yang lebih keras lagi.
Memang hati itu punya bahasa yang berbeda dengan bahasa pikiran. Kadang-kadang bahasa hati itu hanya bisa dirasakan, tetapi sukar dikatakan apalagi dituliskan. Akan tetapi saya ini kan seorang lelaki. Yang harus selalu memakai pikirannya yang ilmiah. Kalau ditanya sebab, ya harus bisa aku jelaskan secara detail. Menjelaskan bahasa hati itu adalah suatu kemampuan yang harus diasah. Karena itu aku sangat bersyukur sekali, aku menjadi orang yang suka bercerita. Terlebih bila para suami bercerita pada sang istri. Menceritakan bahasa hatinya. Misal saja banyak yang ingin berkata :
"Dinda... sesungguhnya aku suka melihatmu selalu rapi, pandai-pandailah kau mematut diri." Begitu saja tak semua orang bisa mengatakan, itulah bahasa hati.

Ah kok nyangkut...nyangkut ke istri lho, nanti aku jadi sentimentil. Sekali lagi aku bersyukur aku suka bercerita, semoga saja pada istriku bila Alloh mengijinkan kelak aku bisa banyak bercerita kepadanya. Tentang Abu Zar'ah dan Ummu Zar'ah... Tahu kau siapa itu Abu Zar'ah...? Ai...romantis benar.

Kesimpulannya tak patut kiranya bagi lelaki turut saja pada bahasa hati yang nisbi. Pikirannya harus ilmiah dalam segala aspek. Maka mari sedikit saya ceritai :

Jubail itu sama dengan belahan bumi lainnya. Yang juga hanya dihuni oleh para manusia. Cuacanya bila dibandingkan dengan negriku memang jauh lebih keras. Saat menulis ini saja tanganku di bagian punggung penuh dengan luka yang mengalirkan gurat-gurat darah, kehilangan cairan barangkali. Rasa-nya cukup perih. Bagi lelaki luka yang begini hanyalah masalah ringan, bisa kau bayangkan tangan putus tertebas pedang ? Itulah dunia lelaki yang sebenarnya. Tak perlu dibuat ngeri.

Ah sampai mana ceritaku tadi ...
Letak ketidaknyamanannya itu bukan di situ. Tak salah juga bila orang berkata begitu, Cuma itu hanya bagian kecil saja. Nah bagian besarnya mau kuberitahukan kepadamu.
Bilamana kau barada dalam daerah yang asing. Kemudian kau hanya seorang diri. Kau tak mengerti bahasa yang kau dengar. Padahal mereka bergerombol-gerombol  dengan sesamanya. Kau harus bekerja dengan mereka. Mereka yang bukan bekerja sama, tetapi sama-sama kerja. Kalau ada apa-apa mereka lari berdiskusi , bahu membahu dengan gerombolannya sendiri. Dan kau hanya seorang diri.  Perlu diingat kau hanya akan mengetahui rasanya bila kau benar-benar sendiri. Bila ada teman satu saja, kau tak akan mengerti rasanya. Sama sekali tak mengerti.
Seolah-olah bumi itu jadi terasa sempit sekali. Hingga sampai harus ter-katakan bahwa waktu itu berjalan dengan lambatnya. Kasus yang begitu hanya untuk mereka yang tak pandai bergaul.

Kebetulan juga aku ini seorang yang individual, seorang yang lebih suka mengurung diri dalam cangkang kapurnya. Seorang yang tak pandai bergaul, itu saja masalahnya.

Bila kau seorang yang pandai bergaul, seorang supel. Tak akan jadi masalah buatmu. Kata orang-orang arab....khalas (Selesai) ....! tak ada lagi masalah. Bila kau hendak kesini , tinggal kesini saja.

Sama mungkin satu lagi soal makanan, ini juga soal mental. Lagi-lagi mentalku tak sekuat yang dibutuhkan. Misal saja buah zaitun, di arab mungkin ia adalah buah yang digemari, buah istimewa, suguhan istimewa, masakan yang mak yus untuk disuguhkan. Tapi lidahku tetap belum bisa berkompromi, begitu digigit kok ya rasanya sepet-sepet tak jelas.
Termasuk nasinya, yang keras dan panjang-panjang itu.

Begitulah sodara, tidak bisa disamakan bila kau bisa betah sedang disini ada ketidaknyamanan. Hanya sedikit saja kondisi yang membedakan, tapi bagi si hati jauh benar rasanya.
Tapi bisa jadi juga itu hanya pada masa penyesuaian, bila sudah biasa ... nantinya juga akan nyaman dengan sendiri . Dibelahan bumi mana pun,  tentulah ada manusia yang baik dan manusia yang jahat.

Juga harus adil dalam segala pandanganmu. Jangan lantas kau tak mau kemari, banyak hal bisa ditemui. Seperti dikatakan Imam Syafi’i itulah, akan kau temukan teman yang baru, tatanan yang baru.
Saya sendiri meskipun merasakan ketidaknyaman, sedikit demi sedikit bisa menikmati. Inilah pengalaman sodara, yang kau tak bisa campur tangan dalam pengalamanku. Pengalamanku adalah untuk diriku sendiri, mau saya apakan saja terserah padaku.
Untuk yang terakhir kali-nya tak ada kata yang pantas aku ucapkan selain :
Alhamdulillahi aladzi bini’matihi tatimmu ash shalihaah.....


Jubail, Saudi Arabia
Jum’at , 15 Maret 2012
Si’Mon Dinomo

Jumat, 22 Februari 2013

Rasa-rasanya dewi Sri telah mati di desaku...


Tungku itu menyala dengan api-nya yang besar-besar. Asapnya tebal membuat perih mata. Dinding-dinding ruangan itu, sudah hitam diterpa asap setiap hari. Ia pun masih sibuk seorang diri, melakukan semuanya sendiri. Beberapa tungku menyala dengan bersamaan, menandakan hari ini ada hajat yang tak biasa. Suatu moment yang istimewa.
Bola-bola nasi pun dibuat dengan jumlahnya yang tak sedikit. Kau tahu, seperti dalam cerita doraemon itu nasi dikepal-kepal dijadikan bola. Yang biasa untuk pergi piknik atau berkemah ala film doraemon. Telur turut direbus bersama sayuran-sayuran beraneka ragamnya. Tak lupa lauk kebanggaan masyarakat sejak dulu yaitu ikan asin.
Sore harinya wanita itu menggendongnya ke sawah, arak-arakan anak-anak membuntutinya dari belakang. Rembulan tak nampak waktu itu, hanya cahaya kunang-kunang saja yang beterbangan ke sana kemari. Tepat di tengah-tengah ladang padi, ditancapkanlah obor yang terang benderang. Pedupaan dinyalakan sambil kemudian dibacakanlah mantra-mantra yang mungkin diajarkan secara turun menurun.

Setelah itu bekal pun dibongkar, dibagi-bagikan pada semua anak-anak yang tadi membuntutinya. Makan malam yang tidak biasa, hidangan istimewa, kelezatan khas citra rasa desa. Dalam suasana gembira dimakannya bungkusan itu ramai-ramai. Begitulah kondisi ketika padi menguning menjelang panen. Seorang anak kecil berjalan di belakang ibunya, kira-kira umurnya masih 5 tahun. Di tangannya ia membawa cerek (*tempat minum desa). Di dalamnya masih ada sisa air teh meski tak terlalu banyak. Untuk ukuran anak kecil itu nampaknya masih terlalu berat, itu terlihat dari caranya membawa.
“Mak... mak... kenapa sawah harus dikasih makan ?”
Anak itu bertanya pada ibunya. Suatu ritual yang baru kali ini disadari olehnya sejak ia dilahirkan di dunia. Sang ibu menjelaskan bahwa semua itu adalah suatu yang harus dilakukan sebelum panen tiba. Sesuatu yang juga sudah turun menurun diajarkan, yang harus dilaksanakan tanpa pertanyaan mengapa. Apa yang diajarkan oleh nenek moyang itu juga yang harus dilakukan. Kata mereka yang sudah turun menurun tanpa pernah ditulis dalam suatu kitab pun, semua itu adalah sebagai salah bentuk rasa syukur pada dewi Sri. Dewi kesuburan yang telah memberikan hasil panen yang melimpah.

Roda sang waktu terus berputar, generasi demi generasi bermunculan. Anak kecil yang tadinya bertanya pada ibunya itu pun kini sudah jadi ibu. Beberapa jenjang bangku sekolah dilaluinya, maklum saja dia adalah putri salah seorang petinggi desa. Sawah orang tuanya banyaknya tak kira-kira. Ia pun belajar jauh di atas teman-temannya. Beberapa kali masa panen sudah berlalu, ia masih ingat pada tradisi rasa syukur pada dewi Sri. Tapi kini semakin sedikit masyarakat yang ingat pada sang Dewi. Ia pun tak pernah melakukannya lagi.
Seiring kebermunculan jaman baru, lahan-lahan persawahan termusnahkan, ditanami batu. Di bangun rumah permukiman yang sudah tak lagi menghasilkan panen. Semakin sedikit pula dewi Sri akan diberi makan. Lambat laut dewi Sri tak lagi ada di pikiran, mungkin juga kini dia telah mati.

Dewi Sri telah mati, dia memang layak mati. Persaingan itu tak hanya pada setiap perlombaan. Soal sesembahan itu juga akan terjadi persaingan yang abadi selama-lamanya. Tuhan-tuhan yang lama telah berganti Tuhan yang baru. Di dunia ada begitu banyak tuhan, dari sekian banyak itu hanya satu Tuhan yang berhak untuk dijadikan sesembahan. Masing-masing Tuhan punya pengikutnya.
Entah sampai kapan, pengikutmu mampu bertahan wahai sang Dewi.
Silahkan kau lihat sendiri wahai dewi , tanyalah pada internet.... tanyalah pada kemajuan-kemajuan dunia mereka-lah yang telah membunuhmu.
Uang atau kapital dijadikan Tuhan baru, yang kekuasaannya lebih besar daripadamu. Karena dia juga mungkin kau tersingkirkan dari dirituali orang.
Zaman ini sudah bukan tempatnya lagi bagimu, wahai sang dewi... maka beristirahatlah dengan tenang di pemakaman para tuhan, makamnya para sesembahan.
Ketahuilah olehmu.... bukan aku yang membuatmu ada, juga bukan aku yang telah membunuhmu, malah aku tak pernah mempercayai keberadaanmu. Karena itu aku pun tak pernah melanjutkan apa yang dulu dilakukan oleh ibuku, sesuatu yang pernah aku tanyakan kepadanya.
Aku sudah punya Tuhan yang abadi, Dialah Tuhan yang tak akan pernah mati. Dilah Tuhan yang tak akan pernah berganti. Aku sudah rela untuk bersaksi bahwa Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak untuk disembah. 


Sabtu, 23 February 2013
Prambanan, Klaten, Jawa Tengah
Sihmanto bin Tukiman bin Pairo Dinomo
(Si'Mon Dinomo)



Kamis, 31 Januari 2013

Kesaksianku atas Perang Sodara di tanah yang kucintai...


Pabila keluarga sudah kehilangan saling pengertiannya. Masalah harus segera dirumuskan. Bila tidak ia akan terus menjalar sepetak demi sepetak keretakan yang semakin membesar. Jujur saya katakan keluarga yang sudah begitu seperti neraka saja. Hanya kepalsuan saja di sekelilingnya. Lebih menyedihkan lagi tatkala aku hanya bisa diam, tak mampu berbuat apa-apa.
Yang demikian itu sudah aku alami, dan aku rasakan.

Sekarang biarlah aku berbuat sesuatu untuk memperbaiki sebuah keluarga. Memang sangat disayangkan tak banyak yang bisa kulakuan, tapi biar kucoba untuk berbuat.

**
Aku beri tahu kau tentang ufuk … !
Bila diri menatap ke arah barat selat sunda, entah dari lantai 4 train, dari tangki ethylene, atau cukup di lantai dasar saja. Akan kau lihat suatu garis lurus tempat bertemunya laut dengan dinding langit. Itulah yang namanya ufuk. Dari sana setiap yang terlihat mempunyai makna ganda. Suatu titik yang terlihat beberapa saat kemudian bisa saja menghilang. Bisa juga titik itu akan berkembang semakin membesar, dan akhirnya tampak sebagai kapal yang megah di depan mata.
Saat baru terlihat suatu titik di ufuk, perlu dinilai secara adil. Ditimbang-timbang dulu agar tak salah dalam mengenali apa yang kita lihat itu.
Begitulah dalam segala sesuatu perlu keadilan dalam pikiran di dalam ufuk pikir kita.
Ketidakadilan ufuk berfikir akan membuat kabur pandangan, sehingga salah dalam menentukan mana kawan dan mana lawan. Bila ini terjadi jangan harap kau bisa unggul di medang perang. Wong musuhnya saja tidak tahu... bagaimana bisa menang. Bisa jadi temen sendiri dikira musuh. Justeru musuh-lah yang menjadi diuntungkan.
Itu soal teori perang, yang tak kuketahui secara rinci. Di dunia ini banyak hal memang harus diketahui... Sangat kusayangkan aku ini banyak tidak tahu-nya. Aku ini seorang yang tak terpelajar.

Untuk mereka yang memegang kekuasaan telah kutuliskan pada masa dahulu, seperti tertera di bawah ini :
http://bintang-kelana.blogspot.com/2012/10/penguasa-yang-kolonial.html

Untuk mereka yang mengaku berpahamkan saling peduli, berjiwa sosial tinggi, pun telah kutuliskan pada masa dahulu, silahkan lihat link di bawah ini :
http://bintang-kelana.blogspot.com/2012/02/egoisme-jiwa-yang-jahat.html

Kiranya masing-masing kita harus memperbaiki diri. Memang musuh itu ada banyak, ada musuh yang dari dalam (dalam diri dan dalam lingkungan-orang munafik-orang muka dua), ada musuh yang dari luar, dan ada musuh yang tak kelihatan (syaiton). Namun yang paling harus kita kalahkan adalah musuh dalam diri terlebih dahulu. Mari sama-sama kita berusaha untuk membuktikan bahwa budaya kita memang sudah lebih tinggi.
Musuh yang dari dalam itu jauh lebih berbahaya daripada musuh yang dari luar.

Kamis, 31 Januari 2013
GSI Blok B. 18, No. 3
Serdang, Serang, Banten
Si'Mon Dinomo

Jumat, 11 Januari 2013

Di Titan .... aku dengar..... !


Sepanjang-panjangnya jalan, masih lebih panjang kerongkongan manusia.
Jawa... ! Lagi – lagi jawa, falsafahnya banyak betul. Kadang terpikir olehku bahwa bangsa jawa itu begitu luar biasa. Luar biasa dalam falsafahnya. Apalagi dalam sambung menyambungkan informasi. Entah masih desas-desus atau sudah sampai pada fakta, pokoknya langsung tersiar saja ke segala penjuru.
Inilah jawa bila kau belum tahu.... !

Nah dari sebagian yang aku dengar itu, salah satunya mencakup ruang lingkupnya yang internasional. Ha bagaimana tidak, kan dunia sekarang ini gonjang-ganjing dimana-mana. Banyak para pemimpin bangsa yang digulingkan, di Libya.....Suriah.
Semangatnya sampai kesini, Lho...lho apa ini ora hebat ?
Ning ingat...ini judulnya desas-desus. Sebagai orang terpelajar harus bisa membedakan mana fakta dan mana desas-desus. Terlebih lagi bila harus menyikapi.

Sewaktu saya bacai karya-nya Gorki. Nah bila daku kutipkan kira-kira beginilah :
“......
Kami kaum sosialis. Artinya, kami menentang kekayaan perseorangan, yang menyebabkan orang terenggut satu sama lain dan yang menciptakan adanya pertentangan-pertentangan kepentingan yang tak kenal damai. Kekayaan perseorangan ini berjuang semakin lama semakin kuat dan mencoba sepenuh tenaga untuk menyembunyikan permusuhan ini dan karena itulah seluruh dunia menjadi busuk. Akhlak seluruh rakyat menjadi rusak, dirusak-kan oleh kebohongan dan kepura-puraan dan kejahatan. Kami berpendirian, masyarakat yang mementingkan kemulian perseorangan adalah bertentangan dengan perikemanusiaan dan memusuhi kepentingan kami. Dan, kami tak dapat menerima kepalsuan. Kami pun tak dapat menerima sistem moral yang berkepala dua ini. Kami akan lenyapkan sinisme dan kekejaman sikapnya terhadap perseorangan. Kami ingin berkelahi dan akan berkelahi menentang setiap bentuk perbudakan, baik badani maupun rohani, berbudakan yang dipaksakan kepada perseorangan dalam masyarakat semacam ini. Menentang setiap maksud hendak menghancurkan kemanusiaan atas nama ketamakan yang serakah. Kami adalah kaum buruh, orang-orang yang bekerja menciptakan segala benda, mulai dari mainan anak-anak sampai mesin-mesin raksasa. Namun, kami inilah orang-orang yang paling terampas haknya untuk mempertahankan derajat kemanusiaan kami. Setiap orang mana pun mampu mempergunakan kami untuk kepentingan dirinya sendiri. Sekarang, kami bermaksud hendak melangkah selangkah lagi ke depan ke arah kemerdekaan, kemerdekaan yang dapat memungkinkan kami mengambil kekuasaan di atas tangan kami sendiri. Semboyan-semboyan kami sederhana saja :
Hancurkan milik perseorangan , segala alat produksi harus di tangan rakyat, kerja adalah saham dari setiap orang.
Dari semboyan-semboyan ini sidang pengadilan dapat mengerti dengan jelas-jelas bahwa kami bukanlah perusuh !”
…....”

Begitulah kira-kira kalau daku kutipkan. Para terpelajarlah yang kemudian membuat banyak desas-desus. Menghembuskan semboyan-semboyan itu. Diskusi – diskusi bertebaran, pamflet-pamflet memenuhi jalan-jalan. Akhirnya revolusi yang disulut itu meledak dengan segera.
“Dor...dor...dor.....!”
Tembak menembak pun tak bisa dihindarkan lagi. Rusia menjadi lahan pembantaian, sesama sodaranya.

Aku tak berharap hal serupa terjadi di sini. Pertumpahan darah sesama sodara, biarlah terjadi hanya di pewayangan saja. Apa tidak repot nantinya siapa yang harus aku bela coba ?

Kalau aku tidak ikut , disangkanya aku ini pengkhianat. Lha rak repot tho.... !
Hal itu daku dengar di Titan, di dunia ini ada seribu hal yang namanya Titan. Sama banyaknya tempat yang namanya Titan. Jika tidak kau temui ia ada di alam fiksi. Alamnya dongeng, nah ini karena aku kan orang jawa juga. Perlu kau ketahui orang jawa juga pendongeng yang hebat. Wong sudah jelas pendiri Candi Prambanan itu siapa ? Malah aku tahunya bondong bondowoso, Sekarang kapan Si Bandung Bondowoso itu lahir, tanggal berapa, dimana tempatnya. Bila ternyata kau tak menemukannya itulah yang namanya dongeng.

Dari yang kudengar itu, harapanku agar supaya pertumpahan darah sesama sodara tak terjadi di negri antah barantah itu. Bukannya aku tak mau membenarkan semboyan indah itu. Bagaimana akhir kesudahan dari semboyan-semboyan yang begitu, aku juga sudah banyak membacai-nya.
Sebaik-baik kemenangan adalah kemenangan yang diperolah tanpa pertempuran. Barang siapa mengenal dan mengetahui sesuatu yang bernama iblis perang, tentu dia akan tahu bahwa lebih baik menghindar darinya.

Bagaimana pun inilah jawa, yang sudah sejak kecil dijejali dengan cerita Maharabarata. Kan klimaks tertinggi cerita itu tak lain dari itu juga, yaitu mandi darah sesama sodara. Orang kenal sebagai Baratayuda. Tinggal orang milih mana ada yang jadi sengkuni, ada yang jadi Bisma, ada yang jadi Kresno, pandawa, atau kurawa. Kita telah sama-sama mengetahuinya.


Sabtu, 12 Januari 2013
GSI Blok B.18, No. 3
Serdang, Serang, Banten
Si'Mon Dinomo