Saat ini saya ditugaskan menjadi tukang gas, di tempat kerja saya. Setelah 4 tahun lamanya saya bertugas untuk nggereti grobak.
Alhamdulillah di tempat kerja saya ini saya berbahagia.
Kira-kira setiap seminggu sekali, kalo pas kebeneran saya masuk kerja, saya musti mengganti tabung gas.
Saya guling-gulingkan, kadang-kadang kalo saya seorang diri, tabung itu hampir ngglimpang.
Maklum saja wong saya ini seorang lelaki yang pekrook.
Tabung gas itu terhitung berat untuk saya.
Tapi ya ndak papa, lha wong cuma tabung gas saja lho.
***
Bapak Supadno Robertus mengajari kami sewaktu kami sekolah dulu. Mata Pelajarannya kalo tidak salah adalah elektrolisa. Ketika itu saya mengenal logam yang bernama Chromium.
Di tempat kerja saya yang dulu sekali, kalo soal Chromium itu semuanya dibuat ngeri.
Ngueeriii sekali.
Bahkan kalo ada pekerjaan yang berhubungan dengan Chromium harus memakai pakaian khusus yang sekali pakai.
Perkaranya Chromium yang sudah di aktivasi yang mempunyai bilangan oksidasi 3+ atau 6+ itu mempunyai sifat karsiogenik. Bisa menyebabkan kangker.
Tidak mudah untuk mengaktivasi logam Chromium itu. Masih dari tempat kerja saya yang dulu untuk menjadikannya aktif dengan bilangan oksidasi 3+ itu. Musti dipanaskan dalam temperature yang tinggi, seingat saya 300 - 400 drajat celsius selama beberapa jam lamanya.
Logam yang mengerikan itu sekarang ini juga musti saya tangani setiap hari.
Gusti ... biar semengerikan apa pun, itu tetap makhluknya Njenengan. Pokokmen kulo nyuwun pertolongan dan kemudahan saking Panjenengan.
Biar katanya Chromium itu bisa menyebabkan Kanker. Kalo Panjenengan tidak menghendaki, hal itu juga tidak akan bisa terjadi.
Walhasil, dengan mengucap Bismillah. Chromium yang aktif itu pun saya handle seperti saya menghandle tepung terigu untuk membuat bakwan.
***
Semasa muda saya, pernah saya bacai cash flow quadrant dari Robert Kiyosaki.
Cerita demi cerita dari buku ayah kaya dan ayah miskin menambah wacana dalam otak saya.
Aku catat dalam catatan harian saya dan juga aku pajang di dinding kamar kos pada papan tulis yang besar.
Bahwa kelak bilamana saya punya uang banyak, saya pun ingin menjadi seorang investor.
Seperti layaknya orang-orang kaya pada umumnya.
Atas pertolongan dari Tuhan Pemilik langit dan bumi. Kesempatan itu pun datanglah. Yah pokoknya ada lah sedikit 2x uang yang bisa diinvestasikan.
Bersamaan dengan itu sedang aku bacai tentang muamalah kontemporer dari Erwandi Tarmidzi. Menurut beliau investasi saham itu masih ada area abu-abunya. Yaitu perusahaan itu harus terbebas dari pinjaman bank yang ribawi. Lha mosok ada perusahaan di dunia ini yang tidak punya pinjaman ribawi di bank ?
Tentu dalam masalah ini perbedaan pendapat pasti ada.
Saya memilih untuk tunduk dan patuh pada pendapat beliau.
Gusti ... mugi dados saksi ten ngajenge njenengan mbenjang. Kulo namung pengen ngestokaden dawuhipun panjengan sak mampu kulo.
Saat ini kesempatan itu datang lagi.
Saya pun masih ragu untuk terjun berinvestasi. Tapi ada sesuatu yang mengusik pikiran saya.
Orang-orang kaya di dunia itu. Dengan uang hasil investasinya mereka mendukung suatu negara. Mereka kucurkan dana untuk membeli senjata dan bom. Kemudian di bom-lah, di tembaki-lah orang-orang disana dengan membabi buta.
Sodara-sodaranya hanya bisa berdemonstrasi dan mengutuk-ngutuk.
Mungkin orang-orang kaya itu berkata pada negara yang dititipi :
"Sudah musnahkan saja orang-orang itu...toh sodara-sodaranya hanya bisa berdemontrasi dan mengutuk-ngutuk.... !"
Kurang ajar memang.
Mereka dapat uang dari hasil investasi mereka.
Lah kalo semua sodara tidak ada yang ikut berinvestasi layaknya mereka. Perlawanan tidak akan jadi berimbang. Mereka dapat membeli senjata bom dengan tanpa batas yang tidak bisa dilawan dengan bom dan senjata yang sama. Wong duitnya kalah.
Meskipun begitu. Saya pun belum berani untuk ikut berinvestasi. Yang saya takutkan adalah saya kemudian hilang kendali dan menjadi tamak.
Gusti ... Kulo nyuwun pangapunten.
"Allahummansur ikhwanana fi falastin....!"
Liwa, Oman
Sabtu, 19 July 2025
Simon Dinomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar