Minggu, 09 Oktober 2011

catatan kelabu hati yang pilu-2


Megatruh...
Megat itu artinya adalah perpisahan. Ruh adalah nyawa. Maka megatruh adalah perpisahan dengan nyawa. Demikianlah nenek moyang telah membuat tembang-tembang untuk sebuah perpisahan.

Kawan mari aku ceritai sesuatu :
Dahulu sekali di pulau jawa ini... hiduplah seorang pemuda, yang disayang oleh ayahnya juga oleh ayah angkatnya. Dibesarkan ia oleh si ayah angkat sampai jadilah ia pemuda gagah, idaman setiap wanita. Dengan pengetahuan di atas rata-rata tentu saja.
Kemudian ia kobarkan peperangan pada ayah angkatnya sendiri. Ayah angkat yang telah membesarkannya. Alasannya ? Adalah sebuah kata-kata indah.... sayangnya penuh rekayasa. Hanya kebohongan belaka...rekayasa.
Hiduplah si pemuda dalam kebesaran yang gilang gemilang. Siapa tak suka pada kekuasaan, siapa tak suka bila punya kekuatan, siapa tak suka bila menjadi raja , siapa tak suka jika dihormati, siapa tak suka hidup mewah, siapa tak suka bergelimang harta. Sewajarnyalah manusia itu suka.
Adakah yang salah jika si pemuda itu juga suka ? Kan tidak ada.
Dari matanya , gerak-geriknya, tingkah dan polahnya akan kau lihat betapa besar ambisinya.

Ia punya menantu, penguasa daerah perdikan tak jauh dari tempatnya berkuasa. Mungkin karena ambisinya yang menggebu seolah tak rela ia ditandingi dalam hal kekuatan dan kekuasaan meski oleh menantunya sendiri. Meski hanya daerah perdikan kecil.
Akhirnya dibunuhlah si menantu, bukan dalam peperangan melainkan saat si menantu menghaturkan sungkem sembah baktinya selaku...suami anak perempuannya.
Dan kau tahu alasannya.... sebuah kata-kata indah...sayangnya penuh kebohongan, penuh rekayasa.

Di jaman ini kulihat, kudengar, juga kubacai... mata yang sama dengan mata si pemuda... penuh ambisi. Dengan slogan-slogan yang indah juga...semboyan-semboyan yang memikat.

Tapi maaf...atas nama pengalaman... atas nama data-data historic... haruskah aku mempercayai sesuatu yang diawali dengan rekayasa , ketersembunyian serta kebohongan. ?

Setiap orang punya pengalaman historicnya masing-masing. Aku , kau, mereka ditempa oleh pengalaman historic itu menjadi pribadi yang berlainan. Kau berhak mengambil sikap... juga aku berhak.


****
Senin, dini hari 00.53
10 Oktober 2011
Serdang, Serang, Banten
Sihmanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar