Minggu, 26 Agustus 2012

System logging yang baru....


Opor ayam, makanan enak yang santennya sangat kentel sekali. Membikin ngeri bagi yang berkolesterol tinggi. Ini makanan spesial di momen yang ditunggu-tunggu. Menu khas lebaran.
Dua minggu lamanya aku kehilangan menu yang paling pas di hatiku. Sayur sop dan tempe bacem. Menu harian kemudian berganti dengan yang lebih elite yaitu pecel lele dan bakso. Hanya dua itu yang tinggal di warung. Hanya itu yang tidak ikut mudik. Prosesi tahunan yang sedikit menyengsarakan anak kontrakan. Tetep saja biar elite kurang pas dihati, apalagi buat kantong.

Dua minggu pula lamanya si kid-kid itu sudah tidak kedengaran suaranya. Biasanya sehabis sholat maghrib begitu mereka akan pating cruet.
“Om...A..a...ri.... “
Sudah seperti koor saja mereka memanggil daku. Wong teman-temannya banyak.
“Mak..bruk”
Sepeda-sepeda itu terus ditaruh begitu saja di tengah jalan. Kadang-kadang aku yang merapikan wong menutupi jalan soalnya. Tapi ya aku maklum saja wong namanya kid-kid kok. Semuanya serba lugu.
Pengalaman itu menimbulkan rasa kangen tersendiri. Mungkin mereka turut digondol sang bapak menuju kakek dan neneknya. Suasana jadi tambah sepi di hati.
….
Nah setelah beberapa pengalaman itu, tiba masanya menu-ku berganti. Opor ayam..... gegetas,...gipang. Wah-wah mak nyus semuanya. Jam setengah sebelas siang nasi box baru datang. Eeeh.. kok masih ditambah pocari, apel merah, kue pisang, terus kue-kue lagi, terus kacang bawang. Memang bener-bener Ied mubarok.

Lebaran pun menjadi sejarah yang baru saja berlalu. Terdengarlah kabar baru tentang system loggingan yang baru. Yang ini juga istimewa, mengukir sejarah baru. Suatu keintelektualan mengharuskan pikir untuk berpola secara dialektik. Sini saya kasih tahu jika dialektik itu kamu tidak tahu.
Yang dimaksud dengan pola pikir dialektik itu adalah seni berpikir secara logis dan teliti yang diawali dengan tesis, antitesis, dan sistesis.
Tak pernah layak untuk dihormati bila suatu keterpelajaran tak membawa pikiran berpola yang dialektik itu.
Mari kita cerna apa yang telah terkirim ke kita lewat email itu. Ini penting untuk menumbuhkan rasa hormat kita pada suatu bentuk keintelektualan dan keterpelajaran.

Buto reaktor nomor tiga beberapa kali mati, karena masalah yang cukup sepele. Tetap saja reaktor harus mati. Data historis tak pernah menjelaskan kenapa masalah ini timbul. Latar belakangnya adalah Buto reaktor ingin di running dengan rate yang tinggi. Meski sedikit tak tahu diri, tapi ya boleh lah. Wong mereka berkuasa kok. Kalau diibaratkan orang mau menggergaji kayu dia hanya punya gergaji yang sudah tua, sudah tumpul pula. Memang gergaji itu secara teorinya sangat mencukupi untuk menebangi kayu-kayu itu. Berhubung umurnya sudah tua, perlu suatu pentajaman dahulu. Istilahnya Sharp your saw. Orang mengasah gergaji misal satu minggu. Setelah satu minggu baru dia menggergaji pohon terpotong dalam satu hari. Lain halnya bila gergaji yang tumpul tadi langsung dipakai begitu saja. Ternyata waktu telah berjalan 2 minggu pohon pun baru terpotong setengahnya saja. Niatan efisiensi itu malah hanya membuang-buang waktu dan biaya saja. Tapi ya biar saja tho, wong kuasa kok.

Nah mari saya lanjutkan. Sampai dimana tadi.
Itu... Buto reaktor nomor tiga ingin rate sesuai desain. Sah-sah saja alias boleh-boleh saja. Bagaimana ? sekarang sudah sama-sama tahu kan apa yang hendak kita tuju bersama. Dahulu waktu rate sedeng-sedeng saja masalah ini hampir tak pernah muncul. Beberapa kali muncul sewaktu rate mulai tancap gas. Tawaran solusi yang mengatakan kalau begitu lebih baik main di rate yang sedeng-sedeng saja, jelas tak bisa diterima meski masalah mungkin akan teratasi. Itu namanya tak sesuai tujuan awal.
Saya sendiri merasa hormat sekali pada pemikiran para petinggi itu. Yang kemudian menelorkan perintah baru, amati sumber masalah lebih teliti kalau perlu sejam sekali. Kerangka berpikir ini masih berpola dialektik. Itu kenapa saya menghargai, mengapa saya hormati.
Meski sedikit gila tentu saja. Itu lho yang sejam sekalinya itu lho. Jadi ini masih dalam kategori dialektik tur (*jawa : dan) juga gila.

Suatu hal yang aneh, keluar dari koridor pola pikir dialektik. Kok di system buto reaktor yang nomor 1 dan 2 diberlakukan hal yang sama. Padahal tak pernah muncul permasalahan itu di sana. Gek ini dapat wangsit dari mana ? Dimana letak dialektik-nya, tujuannya itu apa, yang mau diresolve itu apanya ? Wong sehat meger-meger begitu lho. Keterpelajaran dan keintelektualan dikhianati kalau begini. Tapi ya ndak apa-apa wong berkuasa kok.
Untuk yang ini saya hanya men-takuti. Rasa hormat sama sekali tak mau kuberikan.
Terpelajar lho ...intelektual lho... kok begini....?
Opo ora hebat ?

Minggu, 26 Agustus 2012
GSI Blok B.5 No.10
Si'Mon Dinomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar