Senin, 28 Maret 2011

Pada seorang kawan....




Ketahuilah olehku dan olehmu bahwasanya Alloh ta’ala telah berfirman :
“Dari kejahatan setan....(4)
Dari golongan jin dan manusia (6)”
(An Nas : 4 dan 6)

Makhluk seperti aku ini , atau seperti kau juga, yang berjalan di mal-mal, yang sedang  menyusuri jalan, yang sedang di mobil-mobil.  Kenalkah kau kepada mereka ? Mereka yang berbudaya ,  mereka yang berteknologi, apa kau kenal ?

“Mereka adalah manusia !”
Siapa manusia itu ? Benarkah mereka manusia ?
Bukankah manusia itu hamba ? Hamba Tuhan Yang Maha Esa, apa sih artinya hamba ? Apa  kau tak tahu?

Tunggulah sebentar biar kulihat kamus dulu biar kau yakin. Ah ini dia... hamba itu adalah ***budak, ***abdi.  Jadi manusia itu budak Tuhan.

Kebebasan, kemerdekaan... mungkin kedengaran biasa saja bagimu. Dua kata itu teramat fenomenalnya bagi sang budak. Hidup menjadi budak itu memang seperti penjara, apa-apa harus menurut pada Tuannya. Namun manusia menjadi budak Tuhan itu alangkah beruntungnya. Tuhannya memberikan kemerdekaan atas ketaatannya menjalani hidup yang seperti penjara itu.
Kemerdekaan itu, kebebasan itu bernama ***kehidupan akherat***. Yang dilingkupi kenikmatan, kebahagian, dan keindahan... tak akan manusia merasakan lagi yang namanya kemiskinan, penderitaan, dan kesengsaraan. Tak akan lagi.
 

Apa yang kau sebut manusia itu, mempunyai ciri-ciri sebagai budak, sebagai hamba ?
Itulah kenapa aku ingin mengenal manusia.
Tidak semua makhluk yang disebut manusia itu adalah manusia yang sesungguhnya. Dan makhluk yang disebut manusia tapi tiada mau taat sebagai hamba itu disifati sebagi **SETAN**.
Setan adalah musuh yang nyata bagi para hamba, musuh yang nyata bagi manusia, pada mereka harus diperangi.
 Sudah kutuliskan bukan di awal, Ketahuilah olehku dan olehmu bahwasanya Alloh ta’ala telah
berfirman :
“Dari kejahatan setan....(4)
Dari golongan jin dan manusia (6)”
(An Nas : 4 dan 6)


****
Di depanku terpampang wajah yang bulat, perawakan yang sedang. Dia adalah salah satu kawanku, dan kau tau kawan yang baik itu adalah rizki.
“Apa itu sastra ? Kenapa kau menulis ? “
Seorang kawan bertanya kepadaku tentang sastra. Ruang lingkupnya yang tak terbatas menjadikan aku sama tak tahunya dengan penanya-nya.  Begitu pun tetap aku jawab juga.
“Aku ingin mengenal manusia “
*kenapa ... apa belum cukup kau mengenal mereka ? *
Aku diam, tak ada suara sama sekali, kubiarkan keheningan menyelimuti kami.
Untuk kemudian aku lanjutkan seperti yang ada di prolog ini.
****

Manusia itu memang perlu untuk dikenali, karena bukankah kita hidup itu ***HANYA UNTUK MENJADI MANUSIA ? HANYA UNTUK MENJADI HAMBA TUHAN ? ***
Sastra berisikan seluk beluk tentang manusia, tentang watak-watak, tentang perikehidupan, tentang kebohongan-kebohongannya. Semuanya ada dalam wacana sastra, memang aljabar sangat bagus, tapi sayang tak ada seluk beluk manusia di bahas di sana.

****
*Itu tentang sastra, bagaimana soal menulis ? Kenapa kau menulis ? *
“Apa yang terjadi jika bertemu musuh, tentu kau akan melawan, tentu akan timbul peperangan.
Di dalam peperangan membutuhkan senjata, dan kata-kata, tulisan-tulisan adalah salah satu senjata untuk berperang, melawan *musuh.
Tapi itu hanya salah satu alasan dari sekian banyak alasan, yang ada.”

“Beruntunglah kau, kau dikaruniakan berjuta bakat. Yang aku tak mampu menandinginya. Maka berjuanglah .. segera kawan.
Aku berdoa semoga kita bisa menjadi ***MANUSIA***, bisa menjadi hamba Tuhan yang taat. Hingga Alloh memberikan kemerdekaan kepada kita, kemerdekaan atas perikehidupan yang terasa bagai penjara ini.
Berjuanglah kawan.”

*****
Senin, 28 Maret 2011
Serdang, Serang, Banten
*oleh : Bintang kelana

Senin, 21 Maret 2011

serat wulangreh

1). Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karanan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa,
Agama ageming aji.


Menahan diri dari nafsu angkara,
karena berkenan mendidik putra
disertai indahnya tembang,
dihias penuh variasi,
agar menjiwai tujuan ilmu luhur,
yang berlaku di tanah Jawa (nusantara)
agama sebagai “pakaian”nya perbuatan.

2). Jinejer neng Wedatama
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
Mangka nadyan tuwa pikun
Yen tan mikani rasa,
yekti sepi asepa lir sepah, samun,
Samangsane pasamuan
Gonyak ganyuk nglilingsemi.

Disajikan dalam serat Wedatama,
agar jangan miskin pengetahuan
walaupun tua pikun
jika tidak memahami rasa (sirullah)
niscaya sepi tanpa guna
bagai ampas, percuma,
pada tiap pertemuan
sering bertindak ceroboh, memalukan.

3). Nggugu karsaning priyangga,
Nora nganggo peparah lamun angling,
Lumuh ing ngaran balilu,
Uger guru aleman,
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
Sinamun ing samudana,
Sesadon ingadu manis

Mengikuti kemauan sendiri,
Bila berkata tanpa pertimbangan (asal bunyi),
Tak mau dianggap bodoh,
Asal gemar dipuji-puji.
(sebaliknya) Ciri orang yang sudah cermat akan ilmu
justru selalu merendah diri,
selalu berprasangka baik.

4). Si pengung nora nglegawa,
Sangsayarda deniro cacariwis,
Ngandhar-andhar angendhukur, Kandhane nora kaprah,
saya elok alangka longkanganipun,
Si wasis waskitha ngalah,
Ngalingi marang si pingging.
Si dungu tidak menyadari,

Bualannya semakin menjadi jadi,
ngelantur bicara yang tidak-tidak,
Bicaranya tidak masuk akal,
makin aneh tak ada jedanya.
Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah,
Menutupi aib si bodoh.

5). Mangkono ngelmu kang nyata,
Sanyatane mung weh reseping ati,
Bungah ingaran cubluk,
Sukeng tyas yen denina,
Nora kaya si punggung anggung gumrunggung
Ugungan sadina dina
Aja mangkono wong urip.

Demikianlah ilmu yang nyata,
Senyatanya memberikan ketentraman hati,
Gembira dibilang bodoh,
Tetap gembira jika dihina
Tidak seperti si dungu yang selalu sombong,
Ingin dipuji setiap hari.
Janganlah begitu caranya orang hidup.

6). Urip sepisan rusak,
Nora mulur nalare ting saluwir,
Kadi ta guwa kang sirung,
Sinerang ing maruta,
Gumarenggeng anggereng
Anggung gumrunggung,
Pindha padhane si mudha,
Prandene paksa kumaki.

Hidup sekali saja berantakan,
Tidak berkembang nalarnya tercabik-cabik.
Umpama goa gelap menyeramkan,
Dihembus angin,
Suaranya gemuruh menggeram,
berdengung
Seperti halnya watak anak muda
Sedah begitu masih berlagak congkak.

7). Kikisane mung sapala,
Palayune ngendelken yayah wibi,
Bangkit tur bangsaning luhur,
Lha iya ingkang rama,
Balik sira sarawungan bae durung
Mring atining tata krama,
Nggon anggon agama suci.

Tujuan hidupnya tak berarti,
Maunya mengandalkan orang tuanya,
Yang terpandang serta bangsawan
Itu kan ayahmu !
Sedangkan kamu kenal saja belum,
akan hakikatnya tata krama
ajaran agama yang suci

8). Socaning jiwangganira,
Jer katara lamun pocapan pasthi,
Lumuh asor kudu unggul,
Semengah sesongaran,
Yen mangkono keno ingaran katungkul,
Karem ing reh kaprawiran,
Nora enak iku kaki.

Cerminan dari dalam jiwa raga mu,
Nampak jelas walau tutur kata halus,
Sifat pantang kalah maunya menang sendiri
Sombong besar mulut
Bila demikian itu, disebut orang yang terlena
Puas diri berlagak tinggi
Tidak baik itu nak !

9). Kekerane ngelmu karang,
Kekarangan saking bangsaning gaib,
Iku boreh paminipun,
Tan rumasuk ing jasad,
Amung aneng sajabaning daging kulup,
Yen kapengok pancabaya,
Ubayane mbalenjani.

Di dalam ilmu sihir
Rekayasa dari hal-hal gaib
Itu umpama bedak.
Tidak meresap ke dalam jasad,
Hanya ada di kulitnya saja nak
Bila terbentur marabahaya,
bisanya menghindari.

10). Marma ing sabisa-bisa,
Bebasane muriha tyas basuki,
Puruita-a kang patut,
Lan traping angganira,
Ana uga angger ugering kaprabun,
Abon aboning panembah,
Kang kambah ing siyang ratri.

Karena itu sebisa-bisanya,
Bahasanya, upayakan berhati baik
Bergurulah secara baik
Yang sesuai dengan dirimu
Ada juga peraturan dan pedoman bernegara,
Menjadi syarat bagi yang berbakti,
yang berlaku siang malam.

11). Iku kaki takok-eno,
marang para sarjana kang martapi
Mring tapaking tepa tulus,
Kawawa nahen hawa,
Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu
Tan mesthi neng janma wredha
Tuwin mudha sudra kaki.

Itulah nak, tanyakan
Kepada para sarjana yang menimba ilmu
Kepada jejaknya para suri tauladan yang benar,
dapat menahan hawa nafsu
Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu,
Tidak mesti dikuasai orang tua,
Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak !

12). Sapantuk wahyuning Gusti Allah,
Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit,
Bangkit mikat reh mangukut,
Kukutaning jiwangga,
Yen mengkono kena sinebut wong sepuh,
Lire sepuh sepi hawa,
Awas roroning atunggil

Siapapun yang menerima wahyu Tuhan,
Dengan cemerlang mencerna ilmu tinggi,
Mampu menguasai ilmu kasampurnan,
Kesempurnaan jiwa raga,
Bila demikian pantas disebut “orang tua”.
Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu
Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma dengan Tuhan)

13). Tan samar pamoring sukma,
Sinuksmaya winahya ing ngasepi,
Sinimpen telenging kalbu,
Pambukaning warana,
Tarlen saking liyep layaping aluyup,
Pindha pesating sumpena,
Sumusuping rasa jati.

Tidak lah samar menyatunya sukma,
Meresap terpatri dalam semadi,
Diendapkan dalam lubuk hati
menjadi pembuka tirai,
Tidak lain berawal dari keadaan antara sadar dan tiada
Seperti terlepasnya mimpi
Merasuknya rasa yang sejati.

14). Sejatine kang mangkana,
Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi,
Bali alaming ngasuwung,
Tan karem karameyan,
Ingkang sipat wisesa winisesa wus,
Mulih mula mulanira,
Mulane wong anom sami.

Sebenarnya yang demikian itu sudah mendapat anugrah Tuhan,
Kembali ke “alam kosong”,
tidak mengumbar nafsu duniawi,
yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal mula.
Oleh karena itu,
wahai anak muda sekalian…

Serat Wulangreh, Yasa Dalem KGPAA. Mangkunegara IV ing Puro Mngkunegoro Soerakarta.

Rabu, 16 Maret 2011

tentang kisah... beribu kisah... berjuta kisah.


“Saya tidak percaya sistem yang melahirkan dan membesarkan penguasa yang begitu kejam seperti Stalin. Sama dengan tidak percayanya saya kepada system yang melahirkan Hitler dan Mussolini. Dan sudah tentu juga tidak percaya kepada sistem yang melahirkan Amangkurat yang dengan kejamnya membunuhi santri-santri”.

“Sistem memang perlu. Dan wong cilik harus diangkat kehidupannya. Tetapi, sistem yang melahirkan penguasa – penguasa kejam dan sewenang-wenang tidak mungkin mengangkat kehidupan orang kecil bagaimanapun sistem dan para penguasanya mengira begitu”.

*oleh : Umar kayam.

Yang demikian itu hanyalah awal saja. Kalau boleh saya menduga yang ingin mereka katakan adalah :
“Memang tidak seharusnya, tatanan sosial itu begini ini. Tapi apa dayaku, aku tak punya kekuatan untuk membenarkan itu... karena itu AKU HANYA MENULIS... memaparkan apa yang bisa aku paparkan, menuliskan apa yang kadang-kadang ditutupi atau tertutupi.
Supaya dapat kau ketahui bilah demi bilah perikehidupan di bumi manusia ini. Salah dan benar tidak akan aku paparkan, silahkan nilai sendiri. Dari sudut pandang yang sejuta jumlahnya. Yang oleh Einsten dikatakan sebagai *teori relativitas*. Pilihlah jalanmu sendiri-sendiri. Saat maut menyapamu, akan kau dapatkan sendiri mana itu kebenaran dan mana itu kesalahan”.

Demikian itu perkataan mereka yang terbaca oleh pandanganku yang sempit  melalui tanda - tanda atau sasmita yang ada dalam karya – karya mereka. Sedang jika kau tanya tentang aku ? Apa yang aku cari ? 

Mencari mana kebenaran itu, mana kebathilan itu. Bagaimana menjadi manusia yang selamat. Ya itulah yang hendak aku cari. Keselamatan kawan... aku tak tahu bagaimana akhir dari hidupku. Itu adalah Hak Alloh untuk mematikan aku. Hanya saja aku berdoa dan aku berusaha agar aku mati dalam kebenaranNya, mati dalam keselamatan melalui keridhoanNya. Setidaknya dalam hidupku ini aku sudah berusaha …. !
Perikehidupan manusia sekarang ini terlampau mengerikannya,ftnahnya merebak sampai-sampai manusia bingung membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Yang benar kadang malah dianggap salah, yang salah malah dibenarkan.  Terkadang begitu  mudah pikiran itu dibentuk hanya melalui kata-kata saja. 
Itulah sebabnya aku terus – menerus belajar soal manusia, untuk bisa menjadi manusia yang lebih peka terhadap sesamanya, untuk dapat mengambil sikap yang tepat dalam setiap pergolakan manusia … yang pada kenyataannya hanya berawal dari sisa-sisa kebinatangannya... entah itu keserakahan , atau saling berebut kekuasaan. Yah itulah dinamika.
Sedang aku hanya ingin belajar.

*****

Kamis, 17 Maret 2011
Serdang, Serang , Banten
*Oleh : Bintang-kelana


Selasa, 15 Maret 2011

maafkan kesalahanku....



Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang *berhak disembah selain Alloh. Dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad bin Abdulloh adalah hamba dan RasulNya.

Ketahuilah oleh kita bersama bahwasanya Rasululloh telah bersabda :
“Apabila volume air mencapai dua Qullah ( 1 Qullah = 60 cm3 ) maka ia tidak mengandung najis. (Shahih Al Jami’ Ash Shaghir no : 416 )


Mengapa tidak ada najis ? Oleh karena airnya banyak. Demikian pula dengan kesalahan . Apabila kebaikan tersebut banyak, maka ia tidak akan terkotori oleh sedikit kesalahan.
Hal ini penting untuk diketahui :
“Karena bisa jadi kamu menghitung keburukan-keburukan dalam dua jam pembicaraan, sedangkan kebaikan-kebaikan yang ada sama sekali tidak kamu sebut meskipun ia tinggal bersamamu sudah satu minggu. Andaikan kamu menyebut kebaikan-kebaikannya maka niscaya keburukannya akan hilang lantaran kebaikan yang ada, seperti yang sudah dimaklumi bahwa seseorang apabila banyak kebaikannya maka ia diampuni dari  kesalahannya.”


Jika aku menemukan kesalahan itu ada padamu, aku berdoa kepada Alloh supaya ia membimbingku untuk dapat segera memaafkannya.
Dan jika kau lihat kesalahan itu ada padaku maka tolong maafkanlah aku.

Sesungguhnya jika kamu menghendaki suat bangsa atau masyarakat seluruh anggota masyarakatnya tidak  berbuat salah, tidak melakukan kekeliruan. Tak melihat ketergelinciran pada orang-orang baiknya. Tak melihat orang-orang munafik atau pencuri atau pendusta maka hendaklah **IA NAIK KE LANGIT KARENA TIDAK ADA DI MUKA BUMI INI MASYARAKAT  YANG KAMU KHAYALKAN ITU**

Rabu, 16 Maret 2011
Serdang, Serang, Banten
*Oleh : Bintang-kelana, sedikit mengutip Dr. Abdullah Azzam... ^0^

Kamis, 10 Maret 2011

wayang....


Tiada henti nenek moyang-ku, para pendahuluku mengelu-elukan tokoh – tokoh mahabarata dan ramayana. Yang  secara keseluruhan orang menyebutnya **wayang**. Kalau tidak silahkan tanya embahku, atau embahmu sendiri tentu akan sangat fasihnya bercerita dari awal hingga akhir. Tentang si arjuna alias raden permadi... para pandawa, kresno, semar, .. . yang cantik tentu si rara ireng alias sembodro istri arjuna itu lho... tokoh jahat tentu si kurawa, kalau tidak ya .. siapa itu si pencuri sinta... ah iya rahwana.
Kemudian jangan tanya soal berapa berminatnya soal sejarah mataram, joyoboyo, serat centini ... serat kalatido.... negarakertagama, arjunawiwaha.
Suatu waktu aku dikomentari begini ini :
“Ah kau... kau boleh saja mempelajari yang demikian itu, perikehidupan jaman feodal bangsamu itu. Tapi apa cukup begitu. Kan kau orang Islam ... masak iya ... kau kenal mahabarata, serta ramayana dengan baiknya. Bahkan kau jadikan hasil karya sastra di zaman feodal itu sebagai acuan perikehidupanmu. Adalah baik kau tahu itu semua. Kau bisa belajar tentang bangsamu, kau bisa mengenal manusianya, yang tak lain adalah saudara-saudaramu sendiri.  Tapi....“

“Rupanya ... aku kena kritik nih.”
Aku sedikit menimpali.

“Syukur deh .. kalo nyadar aku sedang mengkritik.”
“Ya begitu itu... masak iya kamu ndak ingin mengenal ... tentang ***bidayah wan nihayah, kitab-kitab tarikh-nya Ibnu Ishak, Ibnu Hisyam. Padahal justru mereka itulah yang lebih layak untuk dijadikan acuan kehidupan. Bukannya si arjuna, atau tokoh – tokoh wayang lainnya”.

“Oh... jadi begitu maksudmu. Asal jangan kau sebut Ibnu Khaldun saja ya.. kepalaku pusing membaca karyanya. Mungkin kapasitas otak-ku kesulitan untuk mencerna tulisannya itu. He... 3x.”

“Oh iya .. aku sebenarnya benci mengakui ini... tapi aku rasa kau memang benar”.

*Jum'at, 10 Maret 2011
Serdang, serang , banten
By : Bintang-kelana

Kamis, 03 Maret 2011

perbincangan di tengah malam...

Segala yang kukira aset tak kusangka kebanyakan adalah liabilitas... adalah wajar jika demikian, adalah wajar jika aku buta tentang investasi ...  aku yang tak sekolah ini tak lain hanyalah seorang  *pitung modern* yang tak kan bisa mengikuti ... permainan - permainan si cerdik di dunia ini.

Tuan .. ***kampus bukanlah duniaku... di sinilah... di alam bebas inilah kampus tempat aku belajar.


Ya.. itu adalah hak tuan sendiri. Dan kulihat itulah memang yang paling cocok untuk karakter seperti tuan ini.

Tapi tidak untuk yang satu ini tuan :
" Mungkin aku memang agak gila, bulan apakah ini ? bukankah ini sudah bulan Maret , tahun 2011 ? Harusnya aku bersiap-siap untuk sebuah event ... Bukankah 2012 tinggal tahun depan itu ? tapi keuanganku tuan tahu sendiri tak terkoordinir sebagaimana mestinya."

Pun untuk yang satu itu, tuan juga punya pertimbangan sendiri, tak ada alasan bagiku untuk intervensi.
Sejauh mana tuan bisa memanfaatkan... tak lain dan tak bukan yang demikian itu adlah benar-benar aset bagi tuan. Walaupun keuangan tuan habis pada saat ini.

Ya... aku berharap juga seperti itu tuan.

Di tepi dermaga itu entah sudah berapa jam kami habiskan. Gugusan bintang sudah berganti, malam kian pekat sedang angin masih terus berhembus kencang. Di atas dipan kami duduk. Pria disampingku ini bernama Mr. Sandiman. Kencangnya angin memakan rokok yang ada di tangannya, warna merah bara rokok terus menjalar ,  merambat semakin cepat, dan berubah menjadi abu yang tak perlu lagi ia seka... menjadi abu yang turut terbawa oleh angin.

****
Kamis, 03 Maret 2011
*bintang-kelana