Selasa, 02 Januari 2024

Rangkuman "Catatan Seorang Demonstran" karya Soe Hok Gie

 Dia (Soe Hok Gie) berkata kepada adiknya : 
"Akhir akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak merubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan ? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya ? Kadang-kadang saya merasa benar-benar kesepian".

Ibu Gie sering gelisah dan berkata :
"Gie untuk apa semuanya ini. Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang".
Terhadap ibunya Gie hanya bisa bilang : 
"Ah mama tidak mengerti".

Temennya yang dari Amerika pernah menulis : 
"Gie...! Seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, selalu mula-mula kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan yang lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus menerus. Bersediakah menerima nasib ini ? Kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka : sendirian, kesepian, penderitaan".

Gie berkata :
"...Dalam politik tak ada moral. Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor, lampu-lampu yang kotor. Tetapi suatu saat di mana kita tak dapat menghindar diri lagi maka terjunlah. Kadang-kadang saat ini tiba, seperti dalam revolusi dahulu. Dan jika sekiranya saatnya sudah sampai aku akan ke lumpur ini". 


Perjuangan Cowboy : 
Seorang Cowboy datang ke sebuah kota dari horison  yang jauh. Di kota ini sedang merajalela perampokan, perkosaan dan ketidakadilan. Cowboy ini menantang sang bandit berduel dan ia menang. Setelah banditnya mati penduduk kota yang ingin berterima kasih mencari sang Cowboy. Tetapi ia telah pergi ke horison yang jauh. Ia tidak ingin pengkat-pangkat atau sanjungan-sanjungan dan ia akan datang lagi kalau ada bandit-bandit berkuasa. 
Demikian pula mahasiswa. Ia turun ke kota karena terdapat bandit-bandit PKI "Soekarno-Soebandrio" yang sedang meneror penduduk, merampok kekayaan rakyat dan mencemarkan wanita-wanita terhormat. Mahasiswa ini menantangnya berduel dan menang. Setelah ia menang ia balik lagi ke bangku-bangku kuliah, sebagai mahasiswa yang baik. Ia tidak ingin mengeksploitasi jasa-jasanya untuk dapat rezeki-rezeki.

(* Soe Hok Gie.... "Menyambut Dua Tahun KAMI moga-moga KAMI tidak menjadi new PPMI" dalam Kompas, 25 Oktober 1967).

"... Kalau begini alternatif satu-satunya mengapa kita tidak akhiri saja peradaban kita ini ? 
Kalau Tuhan ada dan ia makhluk yang aktif maka aku kutuki Tuhan. Ia bagai raja yang Mahakuasa, lalu dia cipta manusia-manusia, semuanya ini dan kalutlah semuanya. Dia seolah-olah cuma bergurau dan iseng-iseng... Aku pokoknya menolak semua agama yang membebek. Bagiku Tuhan adalah kebenaran"

(Soe Hok Gie, Catatan seorang demonstran 27 Agustus 1960)

"... Mereka orang-orang tikus ini, senang pada saya karena saya berani, jujur dan berkepribadian. But not more than that. Pada saat mereka sadar bahwa saya ingin menjadi in-group mereka, mereka menolak"
(Soe Hok Gie, catatan seorang demonstran 5-6 April 1969 )

".... Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya slogan. Patriosmi tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhnan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung..."
(Soe Hok Gie, "Menaklukan Gunung Slamet", dalam kompas, 14 September 1967)

Kamis, 10 Desember 1959

Siang tadi, aku bertemu dengan seorang yang tengah memakan kulit mangga. Rupanya ia kelaparan. Inilah salah satu gejala yang mulai nampak di ibukota. Dan kuberikan Rp 2,50 dari uangku. Uangku hanya Rp 2.50 waktu itu (Rp 15, uang cadanganku).
Ya, dua kilometer dari pemakan kulit , "paduka" kita  mungkin lagi tertawa-tawa, makan-makan dengan istri-istrinya yang cantik. .....

"Seorang filsuf Yunani pernah berkata : 

Bahwa nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda". 

Inti pandangan dan pikiran Soe Hok Gie tercermin dalam tulisan di bawah ini ( ini adalah versiku ): 

...Seperti Soekarno ia hanya perlu sebelum merdeka sebab ia hanyalah seorang agitator bukan perancang. Tapi ia tetap mau sebagai pemimpin rakyat dan lihatlah akibatnya. Memang hidup ini sangat tragis dan kejam. Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi. 


Sekian dan demikian

Oman, 02 Januari 2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar