Kamis, 19 Juli 2012

Gara-gara bos....mau berkunjung....


Pada suatu kala para brother-ku menyapu lantai dari pojok sampai ke pojok yang lain. Sik...sik...sik, kok rasanya ada yang kurang pas. Itu kata “pada suatu kala” itu kan biasanya dipakai untuk menceritakan sebuah dongeng. Tidaklah sesuatu itu dinamakan dongeng melainkan hanya imaginasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tak dapat juga ditentukan kapan waktu-nya terjadi, termasuk tempat terjadinya. Maka dongeng – dongeng itu biasanya dimulai dengan kata-kata itu. Misal, pada suatu hari di negri antah barantah.
Lha ini bukan kisah dongeng, ini adalah suatu kisah nyata tentang budaya bangsa-ku sendiri.  Jadi mari saya perbaiki awal dari cerita-ku ini.
.....
Waktu masuk shift malem awal bulan Juli, terlihatlah para brother-ku sedang memegangi sapu dan pengki.  Menyusupi setiap lorong diantara pipa dan kompresor, menyelinap dari sudut ke sudut yang lain. Terus begitu sampai lantai menjadi kinclong. Tidak ketinggalan aku juga ikut. Wong kewajiban je.
Kau tahu sebabnya ?
Itu lho, wong katanya si bos mau datang berkunjung je ...! Semua harus terlihat bersih, kinclong, excelent, dan excited.
Opo ora hebat ?
....
Kalau diri dilirik sama pak bos, kalau diri dekat sama pak bos, kalo pak bos sudah manggut-manggut ... lha rak semua-nya jadi mudah tho. Wong bos je. Bos itu punya kekuatan untuk berbuat. Dana-nya banyak je, jika tersedia banyak dana kekuatannya itu tinggal di order saja.
Maka-ne sangat perlu sekali untuk punya muka di depan bos.  Rak yo ngono tho ?
Itu lho seperti  orang pacaran, rak kalau mau apel motor sudah harus dicuci, baju ditrika sangat rapi, parfum-nya pakai parfum perancis. Merk-nya... mmmm...nganu ... apa..itu...
Wah biar mikir saya tetep tidak tahu brother. Maklum saya ndak pernah pakai.
Soalnya demi nama je, pokoknya nama itu “uber alles” (di atas segala-galanya).
....
Maka tidak perlu kaget, atau sok-sokan kalau secara faktual para petinggi negara itu atau para petinggi yang lain-lainnya biar penghasilannya sudah berpuluh juta, tetap saja banyak hutang. Malahan terpaksa harus korupsi. Lha ini rak sangat ilmiah sekali. Ini saya cerita-i :
Nek wong cilik mangan sama tempe saja rak sudah cukup tho, kendaraan cukup sebangsa kyai legowo prasojo saja rak wis cukup tho, begitu pun tidak akan merusak nama-nya. Wong nama-nya saja sudah cilik kok, dikata-katain cilik juga tidak bakalan tersinggung. Haning coba kalo mereka yang tinggi-tinggi tadi. Pendatapannya yang banyak habis buat mempertahankan nama. Bila ada wong cilik yang punya agak mewah, dia harus lebih mewah. Wong petinggi je. Makan sama tempe, we lha muka-nya mau ditaruh di mana ?
Ada acara ya harus yang wah ... wong petinggi je. Terus mobilnya harus yang suaranya halus, itu suaranya yang bunyi-nya...”Tleser...tleser...tleser...gleyor...gleyor”. Sampai tidak ketahuan kalau ada mobil yang mendekat. Wong saking alusnya suaranya je.
Sebenarnya juga tidak ingin korupsi, ning ya mau gimana lagi... kehidupan harus tetap berjalan je.
....
Itu adalah budaya bangsa-ku sejak dahulu. Yang suka-nya pada segala bentuk keseakanan, bukan berpikir secara apa adanya tapi berpikir pada apa yang seharusnya di hadapan orang lain. Pandangan orang lain terhadap diri-nya itulah yang diagung-agungkan. Lha tidak salah kan kalau kita nama-i “KESEAKANAN”. Padahal yang seharusnya itu berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Dan aku tertawa mentertawakan diriku sendiri, mentertawakan bangsa-ku. Bangsa yang sakit, bangsa yang gila hormat. Nek manusia tidak gila hormat, apa ya ada .. itu kan lumrah(*pent: bahasa jawa = wajar) namanya.
.....
Kebetulan waktu itu saya satu divisi bersama brother mpep. Sambil terus menggoyang-goyang sapu kami mengobrol :
“Brother suro... kita ini bersih-bersih karena bos mau datang katanya. Ha terus apa ya kita ini juga akan dilirik sama bos-bos itu tho brother ? Apa bos-bos itu tahu jasa kita dalam menyapu ini begitu lho ? Terus apa bos-bos itu akan dekat sama kita, akan mengayomi kita ? “
We... lha sudah tentu tahu brother. Ha kalau bukan kita, siapa lagi yang mau menyapu coba ?
“Eh... yang bener brother, kalau bos seneng... segalanya jadi mudah, kalau bos sudah manggut-manggut... lha itu barangkali mau ngasih bonus gedhe brother....”
Wah... dirimu semakin cerdas brother.
“Kalo begitu, ayo kita sapu sampai bersih brother...biar kelihatan mengkilat, kinclong. Biar pak bos.. manggut-manggut. Biar dapat bonus gedhe. Opo ora hebat kalau jadi bos itu brother.... wong mau datang saja pakai disambut yang meriah begini ? “
Iyo...brother ...hebat...hebat...hebat tenan jadi bos itu.


Kamis, 19 Juli 2012
GSI Blok B.5, No.10
Surapati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar