Rabu, 30 November 2011

cemburu...


Aku ini cemburu. Cemburu pada dirimu itu. Masak tak juga kau tahu. Itu karena rasa cintaku yang terlalu besar kepadamu. Kau jangan begitulah....aku cemburu.
Mungkin begitu itu kisah-kisah yang mewarnai para muda teruna yang sedang terjalin asmara. Aku pun pernah merasakannya, memang kalo menurutku cemburu itu tidak enak juga. Seperti diaduk-aduk saja emosi di dalam ini dada. Pada siapanya tidak etis rasanya jika daku tuliskan. Setiap orang kan punya pengalaman hystoriknya masing-masing.

Bingung hati ini oleh rasa cemburu-ku sendiri. Kadang-kadang mata-ku jadi gelap. Kalau mata sudah gelap daku mohon maaf-mu jika kau temui ada yang salah dalam laku dan tingkah-ku. Wong namanya saja mata gelap, kan itu artinya aku sedang tidak bisa melihat mana yang benar, mana yang salah. Ya itu karena cemburu-ku itu. Maka mbok tolong kamu jangan begitu.

Tetangga-tetanga-mu itu kan rumahnya biasa – biasa saja, segala perikehidupannya juga tampak biasa saja. Mbok kamu juga ikut biasa – biasa saja. Lha itu rumahmu itu kok megahnya kayak istana begitu, rasanya kok mencolok sekali. Nanti kan banyak yang jadi cemburu.
Mbok kamu jangan begitu … nanti aku juga ikut cemburu.
Nah kalau sudah cemburu...daku mohon maafmu...juga jangan kau salahkan aku... juga salahkan dirimu sendiri, karena kau juga ikut membuat aku jadi cemburu.

Rabu, 30 November 2011
GSI Blok C XI, No. 6
Sihmanto

Minggu, 30 Oktober 2011

pengkhianat.....


Kalau tidak salah … seperti tertuduhkan kepada daku bahwasanya daku itu seorang pengkhianat. Wah kok rasanya tidak adil sekali.
Mau kau kuceritai sesuatu ?

****

Negri Jepang takluk di bawah kaki si Nobunaga. Di samping karena dia memang orang yang lihai juga karena kesetiaan jendral-jendralnya. Akechi Mitsuhide juga sangat setia, rela mengorbankan jiwa untuk kemenangan si Nobunaga. Tapi tak dinyana-nyana justeru Mitsuhide itu yang membunuh Nobunaga. Elho lha apa ini yang nama-nya bukan pengkhianatan ?
Mungkin memang benar Mitsuhide pengkhianat... tapi apa langsung demikian kita beri kartu vonis ? Lha kok tidak diteliti terlebih dahulu apa sebabnya Mitsuhide berkhianat baru dibuatlah suatu simpulan ….

Ada lagi ceritera … kali ini dari negeri sendiri. Perlawanan Diponegoro membuat Belanda pontang panting, hampir 25 tahun Belanda dengan ilmu pengetahuan, dengan meriam-meriamnya baru bisa menunduk-kan di Diponegoro. Lha kalau bukan karena karamah, apa lagi ini coba ? Dibuatlah sebuah pengkhianatan hingga Diponegoro pun kalah.

Nah terus ganti lagi sekarang … tentang perang Aceh itu. Waduh saking uletnya...sampe-sampe tentara dari jawa dikirimi ke sana. Tapi si Belanda itu masih kewalahan juga. Lha apa ini bukan karamah lagi namanya ? Aceh lho … yang katanya masih inlander, tanpa meriam, hanya dengan rencongnya. Bisa mengalahkan Belanda. Apa ndak hebat coba ?

Nah terus dikirimlah si Snouck Hurgronce. Nah apa bukan pengkhianat itu namanya si Hurgronce itu ?
Bagaimana tentang si pitung ? Sultan Hasanudin di sulawesi... karena pengkhianatan-lah mereka sampai kalah.

****

Pada mereka yang pernah merasa saya khianati, Adalah anda telah berlaku adil, jika sebab-sebabnya anda tanyakan dulu, atau anda cari tahu. Inilah daku yang mungkin tidak bisa berlepas diri dari sifat khianat itu sepenuhnya. Walau si hati dan si diri membecinya. Tapi hati ini bukan daku yang menggenggam. Si hati ini terus menerus berbolak-balik.
Nilai-lah daku semau2x-mu. Suatu saat di suatu waktu akan kau dapati pula siapa pengkhianat yang sesungguhnya. Semoga kita ini dijauhkan dari khianat itu.

****

Minggu, 30 Oktober 2011


Kamis, 13 Oktober 2011

catatan kelabu hati yang pilu-3

-->
Tak yakin-kah kau dengan pertolongan Tuhanmu ?

“Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku, dan Alloh sajalah yang dimohon pertolonganNya....(Yusuf : 18)”

…....
Itu saja ….
menulis itu punya tanggung jawab moral … itu yang aku takutkan diriku tak mampu mengekang dalam menuliskan kelanjutannya.

****

“Jangan kau pegang pacul nak... kau harus jadi priyayi”
Setiap kali kata itu akan terdengar jika hendak digenggamnya pacul untuk turut membantu bapaknya. Yang mengucapkan kata larangan itu tak lain adalah bapaknya sendiri. Ia hanya bisa menurut. Walau dirasainya dunia priyayi bukanlah dunia-nya, justru dunia petani inilah yang begitu nyaman dihatinya.
Tapi apa daya … ia turuti juga atas nama bakti pada ayahandanya.

****
Seperti Raden Mas Tirto yang bersurat menyurat dengan sahabatnya Herbet De La Croix, atau Kartini terhadap Tuan Abendendon. Daku juga ingin mengirimkan banyak hal pada ibundaku.... :

'Bunda.... diri ini bunda, serasa masih seperti anak kecil saja.
Si hati ini bunda dia ingin mencerca segala yang menyakitinya, dia ingin mengutuk siapa yang mengkhianatinya. Sedang diri ini tertatih – tatih melawannya.
Dari jama'ah mana antum ? Terus terang saja kebanyakan akhwat itu merasa risi bila harus berkenalan dengan ikhwan yang lain jama'ah.
Dagelan....
tak salah lagi, bumi manusia ini seperti panggung dagelan saja.
Mungkin disinilah letak ujian itu.


Minggu, 09 Oktober 2011

catatan kelabu hati yang pilu-2


Megatruh...
Megat itu artinya adalah perpisahan. Ruh adalah nyawa. Maka megatruh adalah perpisahan dengan nyawa. Demikianlah nenek moyang telah membuat tembang-tembang untuk sebuah perpisahan.

Kawan mari aku ceritai sesuatu :
Dahulu sekali di pulau jawa ini... hiduplah seorang pemuda, yang disayang oleh ayahnya juga oleh ayah angkatnya. Dibesarkan ia oleh si ayah angkat sampai jadilah ia pemuda gagah, idaman setiap wanita. Dengan pengetahuan di atas rata-rata tentu saja.
Kemudian ia kobarkan peperangan pada ayah angkatnya sendiri. Ayah angkat yang telah membesarkannya. Alasannya ? Adalah sebuah kata-kata indah.... sayangnya penuh rekayasa. Hanya kebohongan belaka...rekayasa.
Hiduplah si pemuda dalam kebesaran yang gilang gemilang. Siapa tak suka pada kekuasaan, siapa tak suka bila punya kekuatan, siapa tak suka bila menjadi raja , siapa tak suka jika dihormati, siapa tak suka hidup mewah, siapa tak suka bergelimang harta. Sewajarnyalah manusia itu suka.
Adakah yang salah jika si pemuda itu juga suka ? Kan tidak ada.
Dari matanya , gerak-geriknya, tingkah dan polahnya akan kau lihat betapa besar ambisinya.

Ia punya menantu, penguasa daerah perdikan tak jauh dari tempatnya berkuasa. Mungkin karena ambisinya yang menggebu seolah tak rela ia ditandingi dalam hal kekuatan dan kekuasaan meski oleh menantunya sendiri. Meski hanya daerah perdikan kecil.
Akhirnya dibunuhlah si menantu, bukan dalam peperangan melainkan saat si menantu menghaturkan sungkem sembah baktinya selaku...suami anak perempuannya.
Dan kau tahu alasannya.... sebuah kata-kata indah...sayangnya penuh kebohongan, penuh rekayasa.

Di jaman ini kulihat, kudengar, juga kubacai... mata yang sama dengan mata si pemuda... penuh ambisi. Dengan slogan-slogan yang indah juga...semboyan-semboyan yang memikat.

Tapi maaf...atas nama pengalaman... atas nama data-data historic... haruskah aku mempercayai sesuatu yang diawali dengan rekayasa , ketersembunyian serta kebohongan. ?

Setiap orang punya pengalaman historicnya masing-masing. Aku , kau, mereka ditempa oleh pengalaman historic itu menjadi pribadi yang berlainan. Kau berhak mengambil sikap... juga aku berhak.


****
Senin, dini hari 00.53
10 Oktober 2011
Serdang, Serang, Banten
Sihmanto

catatan kelabu hati yang pilu-1

-->
-->
Asmaradahana....
Pemuda mana yang tak kenal akan asmara, pemudi mana yang tak tersapa oleh asmara. Katanya dilanda asmara itu sakit rasanya. Dikatakan sakit tapi ya bukan penyakit. Ya itulah penyakit asmara, itulah penyakit cinta. Tak hanya pemuda pemudi sekarang yang merasa demikian bahkan nenek moyang dulu pun merasai.
Bila hati dilanda api asmara nenek moyang dulu menembang, ya tembang Asmaradahana itulah.

Mari aku ceritai apa yang dituliskan oleh mbah kunto pada sebuah “goro-goro pewayangan”, kira – kira tak kutipkan jadi begini ini :

Cangik:
Mbuk, aku Cangik ibumu. Bangun, Nduk, bangun.
Mbuk, bangun! Ini masih ngambek atau memang tidur, ya?
Eh, aku tahu kau tidak tidur.
Kalau masih ngambek mbok ya bilang-bilang, jadi aku tahu.

Limbuk:
(Dari rumah/kamar sebelah terdengar tawa. Orangnya gemuk, suaranya besar). Ngambek kok
disuruh bilang, Biyung itu aneh. Lagi pula soal ngambek? Sudah lupa, tu.

Cangik:
Lupa ya boleh, asal tidak lupa sama Mas Petruk, calon misoa-mu, eh, suamimu.

Limbuk:
Biyung ini bagaimana, to. Aku pengin dipersunting Mas Gatotkaca, kok mau dijodohkan dengan
Mas Petruk?

Cangik:
Lha kalau yang melamarmu hanya Den Baguse Petruk,apa ya tidak diberikan?

Limbuk:
Dia ya lumayan, Yung. Bisa untuk memedi sawah [menakut-nakuti burung di sawah].

Cangik:
Jangan dilihat rupanya, to Nduk cah ayu, yang penting kerjanya.

Limbuk:
Ah, jangan saru, to.

Cangik:
Saru bagaimana. Lihat misalnya cangkul. Cangkul itu bentuknya ya mesti melengkung begitu,
supaya bisa nyangkul dalam-dalam. Seperti kata nyanyian, 'cangkul-cangkul yang dalam'.

Limbuk:
Ayo, Biyung kok mulai miring-miring. Yang ngajari siapa? Apa Pak Dalang Tegalpandan?

Cangik:
Lho, kok ngerti kalau miring-miring? Ahlinya, ya?

Limbuk:
Ah, bicara yang lain saja. Kan banyak yang perlu dibicarakan. Misalnya, Yung, tanyakan Mas
Petruk sungguh-sungguh, Limbuk kan tidak ting-ting lagi, nanti dia menyesal.

Cangik:
Aku sudah bilang sama Mas Petruk. Katanya, tidak ting-ting tidak apa. Malah sudah
pengalaman, bisa ngajari Mas Petruk.

Limbuk:
Jadi biyung sudah menerima lamaran Mas Petruk?
Cangik:
Sekarang ini bukan zamannya anak menurut orangtua, tapi orangtua menurut anak.

Limbuk:
Aku konservatif kok, Yung.

Cangik: Artinya?

Limbuk:
Artinya, monat-manut saja. Mas Petruk ya mau, Mas Gatotkaca ya mangga.

Cangik:
Mas Gatotkaca itu sudah tunangan dengan Jeng Pregiwa-Pregiwati, kau Mas Petruk saja, ya
Nduk. Bilang 'ya' gitu, biar hatiku puas.

Limbuk:
Bagaimana lagi, kan aku sudah tua.

Cangik:
Muda kinyis-kinyis begitu kok bilang tua. Umurmu berapa, Nduk? Kalau tujuh belas boleh?

Limbuk:
Ya, tambah, kok. Masak cuma tujuh belas? Ya, ndak boleh, kulaknya saja tidak segitu.

Cangik:
Kalau tiga puluh bagaimana?

Limbuk: Ya turun sedikit, to.

Cangik: Pasnya saja berapa?

Limbuk: Pasnya, mm, dua tiga.

Cangik:
Itu namanya sudah klop, Nduk. Mas Petruk dua enam.

Limbuk:
Umur tak jadi soal, asal tok-cer.

Cangik:
Ditanggung tok-cer, Nduk. Dibuktikan apa?

Limbuk: Ih, benci aku.

Cangik:
Ingat, "gething nyanding", benci malah dekat, lho.
Eh, Nduk. Omong-omong ingin punya anak berapa?

Limbuk:
Maunya ya empat; dua laki-laki, dua perempuan. Kalau Mas Petruk maunya berapa, Yung.

Cangik:
Mas Petruk itu maunya kayak slogan BKKBN: dua cukup.
Laki perempuan sama saja.

Limbuk:
Jalan tengahnya ya tiga.

Cangik:
Tiga? Mas Petruk pasti setuju, Nduk.

Limbuk:
Tapi, Yung. Mas Petruk itu Enggak lucu. Dinanti-nanti Limbuk kok tidak ada katanya, tidak
melamar atau bagaimana begitu.

Cangik:
Kan sudah lewat aku?
Limbuk: Itu saja tidak cukup.
Cangik:
Ya, katanya mau bilang langsung takut ditolak.

Limbuk:
Ditolak bagaimana, malah dinanti-nanti.

Cangik:
Ya, to? Memang Mas Petruk itu kurang tanggap sasmita. Ya maklum saja, itu bawaan bayi.

Limbuk:
Sebenarnya sejak dulu, sejak kulihat Mas Petruk aku sudah anu, kok.

Cangik: Anu itu artinya apa?

Limbuk:
Anu itu yang bikin dag-dig-dug, tratapan, deg-deg pyur itu, lho.

Cangik:
Ehm, ehm. Jangan bilang gitu. Nanti Mas Petruk besar kepala.

Limbuk:
Aku jujur saja kok, Yung.

Cangik:
Menurut kata orang, mantenan itu satu-dua jam cukup.

Limbuk:
Lha, Biyung nyrempet-nyrempet lagi, ya.

Cangik:
Kesrempet saja kepenak, apa itu, Nduk?

Limbuk:
Ah, Mas Petruk, eh Biyung, itu kok mesti begitu,lho! Benci, aku.

Cangik: Gemes, aku!

Limbuk:
Gemes ya Gemes, tapi jangan sekarang.

Cangik:
Besok saja, ya. Besok, mau ya?

Limbuk:
Ya, mau saja. Kalau terpaksa. Kalau dipaksa.

Cangik: Maunya dipaksa, ya?

Limbuk:
Terpaksa, dipaksa, memaksa, ah mana saja, asal enak.

Cangik: Enak atau kepenak?

Limbuk:
Biyung itu jangan mengarah ke sana saja, to. Badanku jadi panas-dingin, lho.

Cangik:
Itu artinya kamu sudah kemecer, Nduk.

Limbuk:
Dibilang apa saja ya terserah. Wong nyatanya memang demikian.  Eh, Biyung. Tolong bilang
sama Mas Petruk. Aku tak mau dimadu.

Cangik:
Yang mau beristri dua itu siapa? Mas Petruk itu, katanya, 'Kalau dapat Jeng Limbuk ibarat
makan pasti sepiring sajatidak habis'. Masak dia mau dua piring

Cangik:
Kalau sudah kawin, pindah mau atau tidak?
Limbuk: Ya, manut Mas Petruk.

Cangik:
Mas Petruk ada rencana pindah ke …. Mau, ya Nduk.

Limbuk: Ya mau saja.

Katanya lagi : “Perempuan itu memang lain, apa yang disentuhnya menjadi lebih bercahaya lantai, dipan, piring, pakaian, segalanya-lah.”
Mungkin ada benarnya juga, rumah ini tak kulihat bercahaya sedikitpun, mungkin ya karena tidak ada perempuannya.... ^_^
Aku hanya bisa mesam-mesem membacai-nya. Orang kok pinternya kayak begitu, tulisannya begitu hidup serta faktualnya itu lho. Hmmmm ….gemes aku jadinya.
Terhempaslah aku seperti nenek moyang yang menembang “AsmaraDahana”. Terjerembab dalam sebuah misteri, bila kau tahu misteri itu senantiasa menggelitik.
Untuknya yang dalam misteri itu bisa aku berkata-kata :
“Dewiku.... kekasihku.... pujaan hatiku.... kakang pulang !”
Pintu pun terbuka …..

******
Senin, Pagi hari 06.03
10 Oktober 2011
Serdang , Serang, Banten
Sihmanto

Sabtu, 06 Agustus 2011

Dari Ken Dedes sampai Roro Mendut

"Sebenarnya apakah cantik itu mbakyu ? "
Adik-ku semua wanita mengidamkan sebuah kecantikan pada dirinya, tapi bukankah karena kecantikan itu yang membuat kita hidup serasa dipenjara begini ?
Oh...mbakyu buat apalah kecantikan jika hidup kita begini rupa.

****
Dada yang membusung, yang oleh para pengarang dianalogikan bagai gunung kembar yang terselimuti kabut tebal, hidung yang bangir, kulit yang kuning langsat, bibir yang tipis yang pandai berbisik, rambut yang panjang tergerai, tubuh yang semampai yang tersusun dari tulang-tulang yang begitu pas dipadu dengan balutan daging yang tepat pula.
Sudahkah itu mengejawantahkan sebuah kecantikan ?
Penulis punya penilaiannya sendiri (An Nisa : 34)
****
Kutulis ini dalam suasana hati yang berkabung, yang si hati tak juga tahu mengapa ia harus berkabung. Dasar si hati... ! Menurut cerita Ken Dedes itu cantik, nah pada kurun waktu berikutnya orang juga mengatakan bahwa Roro Mendut juga cantik mempesona.
Mereka - mereka itu menjelma menjadi sosok imajiner dalam alam pikirku. Apa kecantikan itu terlalu berharga buat manusia ? Baik laki-laki maupun dai pihak wanita ?
Jadi mungkin juga aku termasuk dalam kategori pengagum kecantikan.

Masa depan adalah sebuah misteri, dan setiap misteri biasanya selalu menggelitik.
Carilah yang sepadan. Roro Mendut memberontak dalam kemewahan puri Wiragunan. Alam kemewahan bukanlah dunia bagi si cantik Roro Mendut.
Sedang tuan putri - tuan putri kebanyakan juga cantik-cantik, tapi mungkin tak seperti Roro Mendut.
Mereka mungkin akan pingsan dalam kesederhanaan.
Lantas apa yang pantas diimajinerkan oleh seorang yang mungkin dipandang sebagai seorang sudra ?
Carilah yang sepadan .... !!!!!!!!!

*****

Minggu, 07 Agustus 2011
Serdang, Serang, Banten
Sihmanto

Selasa, 02 Agustus 2011

Pokoknya...

Bila anak kecil sudah menjejag-jegag-kan kakinya, merengek-rengek, sambil mata berkaca-kaca mau menangis seolah - olah jadi senjata ampuh untuk melunak-kan hati bapak ibunya demi terpenuhi keinginannya. Sambil kemudian berkata : "Pokoknya .... pokoknya ... pokoknya..."
Ini berarti aku harus belalar mulai dari sekarang barang kali kelak jika aku punya anak, pun juga akan menggunakan senjata yang sama.
"Lha kalo sudah pokoknya... " gimana musti dihadapi coba.

Tidak sepantasnya kata-kata begitu kok sampe keluar dari seorang terpelajar dalam sebuah diskusi. Alasan itu harus logis dan tentu saja berdasar. Sangat "ora elok" apa ya... didengar pun kok rasanya agak janggal, jika sampai turut berkata "Pokoknya ya begini...."
Nah lho kok pokoknya lagi.

Tapi justru terkadang, aku sendiri juga mengatakan hal yang sama. Saat pikiran sudah mentok, demi mempertahankan sebuah argumentasi, nah ya itu tadi kalo sudah mentok...tok...tok. Akhirnya juga mengeluarkan jurus yang sama.
"Wes pokoknya begitu-lah".

Kan iya pokoknya lagi. Ya ndak bisa gitu, harus belajar untuk mengemuka-kan dasar, tidak hanya asal. Kan katanya terpelajar.
"Pokoknya.... pokoknya... pokoknya...!"
"Emmmm.... apa itu  ? "

****

Serdang, Serang , Banten
Rabu, 03 Agustus 2011
Bintang kelana

Terkadang kebenaran itu tak seperti yang kau lihat....

 Dulu, yang mana aku sudah lupa tanggal dan bulannya. Pernah aku berkata kepadamu seperti judul tulisan ini. Entah apa definisi di pikirmu kala itu.
Sekarang mari aku ceritai apa maksud pernyataanku itu. Ini penting, jika tiada penting bagimu rasanya sangat penting bagiku. Aku yang harus terus menderita dalam penjajahan perasaanku sendiri. Penderitaan yang sayangnya tak kau ketahui.

Tentang perasaanku bukankah dahulu telah aku nyatakan kepadamu ?
Saat aku lihat kau menangis, kau saksikan aku tak berbuat suatu apa. Kau tak tahu isi hatiku yang sebenarnya jauh lebih menangis lagi.
Saat kau ucapkan selamat ulang tahun kepadaku, kau ketahui aku seoalah - olah menampik maksud baikmu.
Saat berulang kali aku kau hubungi, kau saksikan seolah olah aku tak peduli.

Dalam banyak hal kita mungkin berbeda termasuk dalam memahami kosa kata cinta. Bagi-ku dengan diamku itu, bagiku dengan ketidak pedulianku yang seolah-olah, yang nampak olehmu itu ... itulah yang kusebut cinta. Sedang bagimu mungkin punya definisi yang lain. Setahuku itulah yang akan memuliakanmu nantinya.
Benar tidaknya akan kau tahu sendiri saat sang waktu menelan umurmu, kelak kau akan mengetahuinya. Jika kau tanya aku, aku pun tiada tahu akan tetapi aku berusaha untuk **YAKIN**. Sedang ulang tahun, adalah lebih baik jika seorang muslim tiada meniru-niru tentang itu. Tasyabuh itu namanya.

Tentang Anneleis aku ceritakan kepadamu, kau tahu mengapa karena kau punya kedudukan tersendiri di hatiku. Saat aku kunjungi kampung halaman kusempatkan untuk melihatmu. Pernahkah kau saksikan kita bertemu hanya berdua saja ? Namun kau tak bisa membaca sasmita hatiku.

Saya akui dalam banyak hal ada pertimbangan yang salah telah kulakukan. Aku mohon maaf kepadamu. Jika seorang hamba berbuat salah itu adalah wajar. Jika kau menghendaki seorang yang tanpa kesalahan, silahkan kau naik ke langit ...karena tak akan kau temui di bumi ini. Hingga kini karena sifat inco (inferior kompleks-ku) aku selalu dibayang-bayangi rasa bersalah terhadapmu. Aku tak bisa begitu. Kenapa harus aku salahkan diriku sendiri terus-terusan. Ini yang tak bisa aku biarkan. Maka dengan begitu aku tulis ...entah tulisan macam apa ini. Tapi tetap tulisan ini aku namai prosa.

Kuyakin-kan diriku.... keputusanku tiada salah... ! Jika ada yang melukaimu maafkanlah.
Demikian itulah yang aku maksudkan ***TERKADANG KEBENARAN ITU TAK SEPERTI YANG KAU LIHAT.... ****

*****

Serdang, Serang, Banten
Selasa, 02 Agustus 2011
Sihmanto

Jumat, 15 Juli 2011

pasukan sepeda si nay

"Om.. om kita boleh main yah "
Sepeleton pasukan bersepeda menyerbu rumah kontrakanku. Pemimpinnya seorang gadis beringas nan cerdas **SI NAY**.
"Wo..boleh-boleh sini - sini masuk... ha tapi di rumah om, ndak ada apa-apa... mau main apa ? ".
"Nganu kalo begitu nggambar saja... yah.. ini om punya spidol banyak..."
Tak menunggu instruksi spidolnya langsung beralih tangan ... papan tulis putih pun mulai digores-gores.
"Om... ini rumah jepang,..."
"Yang ini gadis jepang...." kata satunya lagi
"Yang ini pohon jepang..." kata si Nay lagi.
"Bagus ndak om ? "
Bagus - bagus jawabku singkat. Kok temanya Jepang semua.
"Iya kan kemarin rumahnya habis kena gempa semua.. jadi ini saya gambar saja" kata si Nay lagi.
Aku manggut-manggut. Dunia mereka ... seperti tercermin di mata-mata mereka... penuh keluguan.. walau kadang mereka harus *mengeret-eret* tanganku dengan paksa, aku suka bermain dengan mereka.

Kamis, 14 Juli 2011

Bab yang ke ......

Kudengar dari pak dalang tentang kepahlawanan para pandawa. Pandawa membela kebenaran. Lawannya adalah Kurawa yang jahat hatinya. Ki dalang selalu menceritakan bahwa Pandawa selalu menang bertempur dalam pertempurannya dengan Kurawa. Aku jadi mengidolakan sosok Si Bima atau si Gatotkaca. Namun sayangnya kenyataanya berlainan dengan apa yang diceritakan oleh ki Dalang. Tak pernah diceritakan Pandawa bertempur dengan sesama pandawa. Misal Gatotkaca yang mati oleh panah Arjuna misalnya, atau Bima yang bertempur melawan Abimanyu misalnya.
Sedang pada kenyataannya, Pandawa harus berperang melawan pandawa... harus bunuh membunuh, tikam menikam, yang dikatakan sama seperti cerita dalang "Aku terpaksa melawannya demi kebenaran" namun sayangnya terkadang  ***HANYA DEMI PERUT***.
Seperti yang kubaca dari **CERITA NYAI DASIMA**.

Atau juga memang sesungguhnya demi kebenaran yang dipahami secara berbeda. Dan untuk itu tak bisa lain memang haruslah panah-panahan itu tak bisa dihindarkan. Mungkin analoginya adalah saat **PERANG BADAR** dimana para sahabat harus bunuh membunuh dengan bapak-bapak dan sanak kerabat mereka sendiri, demi tegaknya kalimat Alloh ta'ala.

Dan sungguh tak ada yang lebih menyakitkan saat lawan adu panah itu adalah sesama pandawa.

Minggu, 29 Mei 2011

exupery..episode 2 -Little prince bertemu dengan penjaga rel.



“Selamat pagi, “
“Selamat pagi”, jawab si penjaga rel.

“Apa yang kamu lakukan di sini ? “
“Aku memotong sekian ribu jalur perjalanan kereta. Akulah yang mentukan kapan kereta mengarah ke kanan , kapan ke kiri.”

Dan sebuah kereta dengan sangat cepat melewati kabin si penjaga kereta suaranya sangat gaduh.

“Alangkah cepatnya, apa yang mereka cari ? “
“Tak ada seorang pun tahu”

Kereta kedua muncul dengan sama cepatnya dari arah yang berlawanan.f
“Apakah baru saja mereka balik arah ? “
“Mereka bukanlah kerata yang sama”

“Apa mereka tidak puas dengan tempat tinggalnya sendiri”
“Tak ada seorang pun yang hanya dengan satu tempat saja”

Dan kereta ketiga lewat dengan cepat , suaranya seperti halilintar.
“Apa mereka mengejar kereta yang pertama ? “
“Mereka tidak mengejar apa pun. Mereka hanya tidur di dalamnya, atau paling tidak mereka terkantuk-kantuk di dalam. Hanya anak kecil yang menempelkan hidungnya di kaca sambil melihat pemandangan.”

“Hanya anak kecil yang tahu apa yang mereka c ari, Mereka habiskan waktu mereka dengan bermain boneka, jika seseorang mengambil boneka itu, mereka menangis....”
“Anak-anak itu sungguh beruntung”

Kamis, 28 April 2011

uneg-uneg



“Guoblok... ndak punya otak... mau kau kemanakan hidupmu...!”

Seseorang memaki-maki seorang pemuda di muka-nya dengan makian yang cukup kasar itu. Waktu itu hari masih siang, caya mentari bersinar dengan teriknya, anginya kering, debu beterbangan berkepul-kepul. Walau begitu belaian dahan-dahan itu bergerak membawa angin segar sesekali. Yang terasa nikmat belai-annya di hari yang panas itu.

“Nenek moyangku adalah petani, bapak-ku adalah petani... memang adalah kebenaran data statistik yang tak bisa aku pungkiri, selama orang masih pegang pacul dan mengurus lahan yang sedikit. Ia akan rasakan kehidupan yang serba keras.
Tapi rasanya itu yang membuat hatiku tentram, setidaknya ingin kubabiskan sisa hidupku di sana. Di tanah nenek moyangku, bila memungkinkan.
Karena itulah ... aku beli cangkul ini.
Kau benar sekarang lahan telah beralih pada properti, biarlah mereka dengan properti mereka sedang aku biarlah kuurus lahanku.
Mungkin aku tak bisa berkunjung ke mal-mal sebagaimana mereka, aku tak dapat turut serta dalam prestice yang mereka berlomba-lomba di atasnya. Lagi pula mengalir darah tani dalam diriku , kami tak terlalu tergila-gila pada prestice.
Untuk itu kami akan mengusahakan ... ***AUTARKI*** pada sisa-sisa lahan kami. Semoga itu bisa cukup mencukupi kebutuhan-kebutuhan kami. Dan bisa membuat kami tak ketinggalan pada wacana dan teknologi.
Sehebat-hebatnya Mr. Sandiman ia tetap tak dikenal, setajam-tajamnya mata pandang Nyai Ontosoroh ia tetap tak dikenal juga. Itulah yang membuat mereka teristimewa dihatiku. Walau mereka tak sebanding dengan para lulusan HBS, layaknya si Salim, Abdul muis, T.A.S, dll ... tapi mereka-lah yang lebih bertahta di hatiku.”

“Dan untuk kekhawatiranmu itu terhadapku ... aku ucapkan rasa terima kasihku. Yang tiada tara. Doakan saja , semoga Alloh memudahkan ... jalan yang teramat sulit dan beratnya dalam bayanganmu itu. Semoga Alloh memulia-kanmu kawan.”

Si pemuda lalu diam. Selang beberapa saat suasana masih tetap diam, hingga ia langkahkan kakinya masih dalam diam.

*****

Senin, 25 April 2011

Episode 20 : "Little prince menemukan taman mawar."




Suatu waktu setelah little prince berjalan jauh melewati padang pasir, dan bebatuan, dan salju, little prince menemukan jalan setapak. Dan dikiranya jalan itu mengantarkannya ke kediamanan manusia.

“Selamat pagi “ sapanya.
Little prince menatap mereka. Mereka semua sama seperti bunga mawar di planetnya.
“Siapa kau ? “ little prince menuntut, seperti tersambar petir.
“Kami adalah mawar”. Para mawar berkata.

Kemudian little prince merasa sedih. Mawarnya pernah bercerita kepadanya, bahwa dia hanyalah sebagian kecil dari sesamanya yang tinggal bersama-sama. Dan di sini kira-kira ada lima ribu mawar sepertinya, semuanya dalam satu taman.

Kemudian ia kembali mengingat-ingat :
“Aku kira aku adalah orang yang kaya, dengan mawarku yang paling unik sedunia, dan hanya akulah yang memiliki mawar itu. Dan lagi aku punya tiga gunung, yang tingginya tak sampai lututku...dan salah satu dari ketiganya mungkin tak akan aktif selamanya.... namun ternyata semua itu tak menjadikan-ku seorang pangeran besar...”

Dan ia rebahkan badannya di atas rumput, kemudian menangis.

****

Episode 19 : "Little prince mendaki barisan pegunungan."




Setelah itu, little prince mendaki pegunungan yang tinggi. Gunung yang pernah ia ketahui adalah tiga gunung di planetnya , yang mana tingginya tak sampai pada lututnya.
Ia gunakan gunung yang didakinya itu sebagai pijakan.
“Dari atas gunung yang tinggi begini... aku mungkin dapat  melihat keseluruhan planet dengan satu pandangan saja, dan semua orang....”

Ia tak jadi melanjutkan perkataannya sendiri, dari atas sana ia tak melihat apa-apa, hanya barisan pegunungan juga..yang ujung-ujungnya begitu runcing dan tajam.
“Selamat pagi” kata little prince.
“Selamat pagi....selamat pagi...selamat pagi.” Gema terdengar berkali-kali.
“Siapa kau ? “ tanya little prince.
“Siapa kau...siapa kau...siapa kau? “ dijamab sama oleh si gema.
“Jadilah temanku... aku sendirian.” Katanya.
“Aku sendirian...sendirian...sendirian..” jawab si gema.

“Planet ini sungguh aneh !” pikirnya.
“Semuanya kering, semuanya tajam, dan semua keras. Dan semua orang tak punya pikirannya sendiri. Mereka menirukan apa yang orang lain katakan pada mereka... Oh...di planetku aku punya mawar...dia selalu berbicara lebih dulu kepadaku.”

****

Episode 18 : " Little prince pergi mencari manusia dan bertemu dengan bunga gurun.|



Little prince menyeberangi gurun dan bertemu dengan setangkai bunga. Itu adalah bunga dengan tiga tangkai.

“Selamat pagi “ kata little prince
“Selamat pagi” jawab si bunga.
“Dimakah orang-orang ? “  little prince bertanya dengan ramah.
Si bunga pernah melihat jejak para kafilah.
“Orang ? “ ... si bunga mengulanginya.
“Aku pikir ada tiga, ato enam atau bahkan tujuh yang masih bertahan. Aku melihat mereka, beberapa tahun yang lalu. Tapi tak seorangpun menemukan mereka. Badai pasir telah menghantam mereka. Mereka tak punya akar sepertiku, dan itu menjadikan hidup mereka teramat sulit di gurun ini.”

“Selamat tinggal” kata little prince.
“Selamat tinggal” jawab si bunga.

Episode 17 : "Little prince berkenalan dengan ular gurun."




Ketika seseorang mau berpikir melalui otaknya yang cerdas, terkadang ia dapat menyimpangkan sesuatu dari kebenarannya. Aku tahu , aku telah berbohong kepada little prince perihal penerangan di bumi. Saya menyadarinya dan memanglah sengaja aku berikan info yang tidak benar itu kepada little prince.

Ketika little prince tiba di bumi, dia sangatlah terkejut karena sama sekali tak melihat manusia. Dia mulai takut kalau-kalau ia salah planet, saat itu cahaya bulan membentuk lingkaran emas menyinari padang pasir.

“Selamat malam  “ Sapa little prince dengan ramah.
“Selamat malam” jawab si ular.
“Planet apakah ini ? “ tanya little prince.
“Ini adalah planet bumi, dan sekarang kau ada di Afrika.” Jawab ular.
“Ah ! Lalu kenapa tak ada seorang manusia pun di sini  ? “
“Ini adalah gurun pasir. Tak ada manusia di gurun. Bumi itu sangat luas.”
Little prince duduk di atas batu, dan menengadah melihat langit.

“Aku heran...semua bintang bercahaya di atas sana.... lihatlah itu planet-ku. Dia ada di atas sana. Tapi alangkah jauhnya dari sini !”
“Itu planet yang cantik...apa yang membawamu kemari ? “
“Aku punya sedikit masalah dengan mawarku.” Jawab little prince.
“Ah !” sambung si ular.
Dan mereka pun diam.

“Dimanakah orang-orang ? Alangkah sepinya di gurun itu..”
“Sama saja sepi-nya jika berada diantara orang-orang.” Kata si ular.
Little prince menatapnya untuk beberapa saat.

“Kamu binatang yang lucu...kamu tidak lebih tebal dari jari-jariku...”
“Tapi aku lebih kuat daripada jari telunjuk raja.” Kata si ular.
Little prince tersenyum.

“Kukira kamu tak bakal bisa sekuat itu. Bahkan kamu tak punya kaki. Kamu tak dapat pergi jauh...”
“Aku dapat membawamu lebih cepat dari kapal-kapal yang telah kau tumpangi.” Sambung si ular.
Dia lingkarkan tubuhnya mengelilingi little prince, persis seperti gelang emas.

“Siapa pun yang aku sentuh, akan kembali ke tanah dengan segera...tempat dimana ia dulu berasal....tapi kamu tidak-lah menggangguku , dan lagi pula kamu datang dari planet lain... maka tak perlu aku menyentuhmu.”

Little prince tak menjawab.
“Kau membuatku kasihan...kamu terlampau lemah di planet yang terbuat dari granite ini...aku dapat membantumu suatu saat, saat kau rindu pada planetmu, aku dapat.....”

“Oh ! Aku dapat mengerti perasaanmu dengan baik, Tapi mengapa kau selalu berbicara penuh teka-teki ? “ kata little prince memotong ucapan si ular.

“Aku menjawab semua teka-teki itu” kata si ular.

Dan mereka diam.

****