Jumat, 27 Januari 2023

Teori Sosial Approve dan The Trolley Problem

Dalam salah satu materi yang disusun oleh Rianto astono. Membahas tentang apa itu sosial approve. 
Normalnya manusia akan memilih apa yang dipilih oleh kebanyakan orang. Tolok ukur dalam teori itu adalah orang banyak. The power of netizen. 

Sesi yang lain masih dari Rianto Astono. Sebuah penelitian yang diberi judul "The Trolley Problem". Yang kira - kira teorinya begini : 
Kasus pertama :
Ada sebuah kereta, yang membawa banyak penumpang di dalamnya. Secara tiba-tiba ada 5 orang yang berbaring di atas rel persis di depan kereta yang melaju. Kalau kereta terus melaju potensi yang paling besar kelima orang tersebut akan mati. Lha wong terlindas kereta lho. 

"Mon ... !
Sik... sik ... sik, itu orang - orang tiduran kok di atas rel. Itu gendeng apa gimana ? "

"Wooo.... wong gemblung. Lha embuh saya juga ndak tahu. Lha wong namanya teori lho .... !
Wis dirungokne saja, sambil ngopi."

Mari saya lanjutkan : 
Kasus kedua :
Di jalan yang dilalui itu jebulnya ada jalan pintas ke jalur yang lain. Yang mana untuk memindah ke jalur lain itu hanya tinggal mengangkat tuas. Maka solusi yang diambil sudah jelas. Tinggal angkat tuas pindah jalur.

Kasus ketiga : 
Secara tidak diduga yang dalam bahasa jawanya "...mak bedundhuk ..." jebulnya ada satu orang yang berbaring di jalur alternatif itu. Yang artinya kalo dipilih jalur alternatif maka potensinya satu orang itu akan mati. Terlindas sepur lho...!
Tapi kebanyakan orang tentu akan menyarankan untuk tetap memilih jalur alternatif tersebut. Paling tidak potensi yang mati hanya satu orang, itu sudah lebih baik daripada yang mati 5 orang. 
Weeeh hebat tenan. 

Kasus keempat : 
Yang tanpa dinyana-nyana jebul satu orang yang berbaring di jalur alternatif itu, adalah salah satu anggota keluarga si masinis. Orang - orang akan dengan mudah memberikan saran, 
"Pak masinis, ayo tarik tuas ambil jalur alternatif...!"
Tapi bagi pak masinis, tentu tidak mudah. Lha wong keluarganya sendiri mau dilindes lho.
Coba bayangkan anda yang jadi masinis. Hayo dibayangne sikik ...!

"Mon... mon ... lha kalo saya yang jadi masinis, tetep ambil jalur alternatif. Biar keluarga dewek yang kelindes. Lha wong mongsok tidur di atas rel ki gek ya ngopoooo".

"Nyaaaaaak.... dapurmu itu....!
Memang cangkeman itu paling enak. Tinggal mak ceplak...ceplak".


***
Belum lama ini ketika saya berpapasan dengan teman saya juragan gurameh, ST. Dia menanyakan kepada saya : 
"Mon, ada yang bertanya kenapa kemarin keluar group !"
Yang bibirnya sambil mesam-mesem, seneng sekali. 

Keputusan itu saya buat secara sadar, dengan segala konsekuensi yang juga saya ketahui. 
Itu adalah keputusan saya sebagai seorang pribadi. Dan juga itu adalah hak saya yang paling pribadi. 
Tiap orang boleh menilai diriku, begitu juga aku berhak untuk menilai. 
Kenalan boleh sebanyak-banyaknya, tapi temen dekat. Itu adalah rezeki yang besar yang kadang , hanya satu atau dua saja. 

Dalam penilaian saya semenjak dari awal kami membuat SIM bareng sampai sekarang. Dalam kondisi saya yang terpuruk, di titik bawah perikehidupan. Beliau tidak meninggalkan saya. Beliau ada ketika saya membutuhkan bantuan. Beliau sudah saya anggap sebagai salah satu keluarga saya. 

Dalam kasus teori di atas. Inilah pilihan saya : 
Biar kereta tetap melaju di jalur yang ada 5 orang berbaring di depan. 

"Lho ... lho ... Mon... ! Ngawur kowe... iku 5 orang bakal terlindes sepur lho mon ? "
"Ora .. insyaalloh ... ! Soale sudah tak rem secara maksimal."

"Lha kalo rem'nya nggak bisa pakem ?"
"Yo wis ben biar terlindas.... !"
"Wuediaaan....!"

Beliau bisa saja keliru, apa salahnya keliru ? Manusia mana yang tidak pernah keliru ? 
Akan saya support saudara saya, sejauh apa yang bisa saya lakukan. Tidak akan saya biarkan sendirian saja. 

"Lha kalo kamu menganggap beliau sedemikian dekat, tapi bagaimana bila beliau itu tidak menganggapmu dalam posisi yang sama ? Piye ? 
Rak modyar tho kowe ?"


"Kedepan semua bisa meninggalkan saya. Jangankan saudara, sahabat karib, bahkan anak dan istri saja bisa meninggalkanmu, apalagi kalau kondisimu baru di titik bawah roda kehidupan.
Masa depan selalu akan jadi misteri. Yang aku nilai bukan masa depan, yang aku nilai adalah apa yang sudah aku tahu semenjak kenal dengan beliau.
Hanya satu yang pasti , yang tidak akan pernah meninggalkanmu dalam kondisi apapun juga, Dialah Alloh Tuhan Pencipta Langit dan Bumi."


"Lha terus kenapa kok balik ke group lagi Mon ?"
"Karena saya bagian dari pengurus ... yang harus melaksanakan amanah semampunya".

"Gayamu ... mon ... mon !"
"Hush... meneng kowe. Itu pilihanku sebagai seorang pribadi. Dan itu adalah hak-ku sebagai seorang pribadi.
Lagi pula tidak ada pentingnya seorang Simon Dinomo. 
Semoga Alloh, Tuhan Pencipta Langit dan Bumi senantiasa memberiku petunjuk".



Liwa, 28 januari 2023

Simon Dinomo







Tidak ada komentar:

Posting Komentar